Pasal-Pasal RUU KUHP yang Potensial Ganggu Kemerdekaan Pers
Berita

Pasal-Pasal RUU KUHP yang Potensial Ganggu Kemerdekaan Pers

Pembentukan Undang-Undang perlu berpegang teguh pada asas keterbukaan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Bahkan Pasal 263 RUU mengancam pula siapapun yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedang diketahuinya atau patut diduga bahwa kabar tersebut dapat mengakibatkan keonaran di masyarakat. Rumusan ini berbeda dari pasal sebelumnya. Pasal 262 menyebutkan istilah ‘berita’ atau ‘pemberitahuan’; sedangkan Pasal 263 menyebut istilah ‘kabar’. Tidak ada penjelasan tentang perbedaan ketiga kata itu. Yangdijelaskan adalah tindak pidana dalam Pasal 262 dikenal sebagai tindak pidana proparte dolus proparte culpa.

(Baca juga: Pandangan Dua Ahli tentang Pengaturan Berita Bohong).

  1. Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan).

Dunia jurnalistik terancam rumusan dalam pasal ini terutama berkaitan dengan pemberitaan tentang materi sidang. Jurnalis, menurut ketentuan ini, harus mendapatkan izin dari pengadilan jika ingin merekam atau mempublikasikan sidang pengadilan. Pasal ini dikenal juga sebagai ketentuan contempt of court. Pers mengkhawatirkan risiko memberitakan acara sidang jika harus selalu mendapat izin dari pengadilan. Siapakah yang memberikan izin (ketua pengadilan atau ketua sidang), dan bagaimana mekanisme permohonan izin (lisan atau tertulis).

Rumusan ini dianggap tidak melihat realitas bahwa pers juga bisa memperoleh informasi dari para pihak yang berperkara di luar sidang. Lantas, kalau pers memberitakan acara sidang berdasarkan penjelasan para pihak bersengketa, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap proses peradilan?

  1. Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama).

Setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dikualifikasi melakukan tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama. Pasal 304 RUU mengancam pelakunya hukuman penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Kategori V. Selain itu, orang yang menghasut di muka umum dengan maksud meniadakan keyakinan seseorang dapat dipidana penjara atau denda. Pembentuk undang-undang ingin mencegah ‘benturan dalam masyarakat’.

Ancaman bagi pers terdapat dalam rumusan berikutnya. Menyiarkan informasi atas perbuatan tadi dengan maksud untuk diketahui umum juga dapat dipenjara. Jika orang melakukan perbuatan itu dalam menjalankan profesinya justru bisa diperberat hukumannya, sebagaimana disebut Pasal 305 ayat (2) RUU KUHP.

  1. Pasal 353-354 (penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara).

Selain tindak pidana terhadap martabat presiden/wapres, penghinaan terhadap pemerintah, dan penghasutan terhadap penguasa umum, ada lagi tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Menghina di muka umum kekuasaan umum atau lembaga negara, dan jika perbuatan ini menyebabkan keonaran dalam masyarakat hukumannya dapat diperberat. Jika tidak menyebabkan keonaran, maka penghinaan atas kekuasaan umum atau lembaga negara hanya dapat diproses jika ada pengaduan dari pihak yang dihina. Pasal ini dimaksud agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Apa yang dimaksud kekuasaan umum? Pembentuk undang-undang hanya memberi contoh yakni DPR, DPRD, polisi, jaksa, gubernur, atau bupati/walikota.

Pasal 354 RUU mengancam pidana siapapun yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait