Menjernihkan Perkara Bantuan Sosial dari Taktik Politik
Kolom

Menjernihkan Perkara Bantuan Sosial dari Taktik Politik

Bukan kegiatan sekali selesai apalagi untuk diambil manfaat transaksional bagi pemberi bantuan sosial.

Bacaan 6 Menit

Dinamika Bantuan Sosial di Indonesia

Bappenas (2014) menyebutkan bahwa perkembangan awal skema bantuan sosial di Indonesia sesungguhnya telah muncul sejak masa pemerintahan orde baru (1967-1998). Sejak masa krisis ekonomi 1997-1998 pemerintah Indonesia mengukuhkan skema bantuan sosial secara lebih masif. Hal ini terlihat dengan lahirnya regulasi yang mendukung pelaksanaan program bantuan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin. Sebut saja UU Kesejahteraan Sosial dan UU No.13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Fiona Howell (2001) menyebutkan bahwa program bantuan sosial pemerintah pada umumnya kurang berkembang. Ini karena kelompok rentan (vulnerable groups) masih sangat bergantung pada jaringan informal, keluarga, serta dana bantuan organisasi keagamaan dan amal. 

Hal yang sama berlaku di Indonesia. Peran jaringan informal, keluarga, dan dukungan dari kelembagaan agama—seperti zakat, infaq, shodaqoh (ZIS) dalam Islam serta filantropi dari gereja, pura, vihara, dan sebagainya—masih amat signifikan. Terlebih lagi, bangsa Indonesia memiliki tradisi memberi (giving) yang luar biasa.

Charities and Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2023 (Cafonline, 2024) menyebutkan negara paling dermawan di dunia adalah Indonesia dalam enam tahun berturut-turut sejak 2017. CAF World Giving Index adalah salah satu survei amal terbesar yang pernah dilakukan, dengan jutaan orang diwawancarai di seluruh dunia sejak tahun 2009. Indeks tahun 2023 ini mencakup data dari 142 negara yang masyarakatnya ditanya tiga pertanyaan: apakah mereka membantu orang asing, diberi uang atau menjadi sukarelawan untuk tujuan baik selama sebulan terakhir.

Hasilnya? Indonesia adalah juara pertama sedunia dalam dua dari tiga kategori yaitu dalam kategori mendonasikan uang dan kerelawanan. Data dari CAF (2022) menunjukkan bahwa selama tahun 2021, lebih dari delapan dari sepuluh orang Indonesia menyumbang uang dan lebih dari enam dari sepuluh (63%) orang Indonesia melakukan kerja-kerja relawan. Luar biasa bukan kedermawanan bangsa Indonesia?

Langkah ke Depan

Fiona Howell (2001) menyebutkan bahwa bantuan sosial harus dirancang sebagai investasi dalam mengentaskan kemiskinan dan menumbuhkan lewat partisipasi ekonomi kelompok rentan. Penting agar bantuan sosial tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mengatasi sisa permasalahan kesejahteraan manusia. Ia juga sebagai sarana untuk mencapai kesetaraan kesempatan. Durasi program dan jenis dukungan yang diberikan harus mencerminkan kebutuhan setiap kelompok rentan.

Dalam kerangka ini, menarik langkah-langkah yang diambil oleh Bappenas (2014) dalam langkah pengembangan terkait Bantuan Sosial antara lain : menyempurnakan Basis Data Terpadu yang bersifat bottom-up dan aspiratif—Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)—; mengembangkan dan melaksanakan konsep perlindungan sosial melalui penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood); melaksanakan mekanisme penjangkauan (outreach) aktif untuk memberikan pelayanan bagi kelompok marginal dan rentan yang belum tersentuh; membangun dan menata sistem bantuan sosial yang terbagi dalam subsistem bantuan sosial reguler (bantuan tunai bersyarat, difabel, lansia, dan anak telantar) dan bantuan sosial temporer yang diberikan saat kejadian bencana alam, krisis ekonomi, dan konflik sosial; dan mengembangkan lingkungan yang inklusif bagi kelompok marjinal, baik dari aspek layanan publik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.

Tags:

Berita Terkait