Menghormati Mobil Ambulance di Jalan Raya
Budaya Berlalu Lintas:

Menghormati Mobil Ambulance di Jalan Raya

Insiden tabrakan mobil ambulance dengan mobil pribadi berbuntut ke meja hijau. Pelajaran penting demi kepatuhan masyarakat berlalu lintas

Mys/M-4
Bacaan 2 Menit

 

Keluarga korban? Ya. Tabrakan antara ambulance dengan Honda Jazz B 8631 MQ itu ternyata menimbulkan korban. Janu Utomo, pasien yang tengah berada di dalam ambulance ikut menjadi korban. Beberapa jam setelah tabrakan, pria 75 tahun itu meninggal dunia.

 

Krisanti Indriyani, anak perempuan korban, bercerita di depan majelis. Kala itu ayahnya mengeluh sesak nafas dan gangguan ginjal. Begitu sang ayah mengeluh, keluarga menghubungi ambulance gawat darurat untuk membawa pasien ke RS Pusat Pertamina. Di bagian belakang mobil ambulance Janu Utomo dibaringkan. Ia didampingi isterinya Nyonya Retno dan seorang perawat. Krisanti duduk di depan di samping pengemudi.

 

Dalam kesaksiannya, Krisanti mengakui bahwa pada saat di perempatan Al Azhar, ambulance menerobos lampu merah. Pengakuan itu juga diperkuat Yanuar, sopir ambulance, pada persidangan Senin lalu. Tetapi mobil ambulance sudah menyalakan sirene dan lampu darurat.

 

Mobil Honda Jazz yang dikemudikan Putri datang dari arah kanan. Karena lampu hijau, Honda Jazz terus bergerak. Sementara pada saat bersamaan, di jalur cepat Jalan Sisimangaraja mengarah ke RS Pusat Pertamina mobil ambulance tengah melaju. Akibatnya, tabrakan tak dapat dihindarkan. Beberapa jam setelah insiden itu, Janu Utomo meninggal dunia. Visum dokter menyatakan korban meninggal karena memar, tulang leher patah dan mulut mengeluarkan darah akibat benturan benda tumpul. Isterinya, nyonya Retno pun masih dirawat hingga pekan lalu.

 

Pengacara Putri sempat mencecar Krisanti dengan fasilitas safety riding di dalam ambulance. Apakah Krisanti memakai safetybelt? Apakah ‘usungan' Janu Utomo diikat kencang sehingga tidak bergerak bebas kalau terjadi benturan? Berapa kecepatan ambulance saat itu? Krisanti mengaku tidak memakai sabuk keselamatan. Untuk pertanyaan kedua dan ketiga, Krisanti tak tahu pasti. 

 

Dalam perspektif aturan berlalu lintas, menurut Tubagus Haryo K, ambulance yang mengangkut orang sakit mestinya mendapat prioritas. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 sudah memberikan sinyal aturan tersendiri bagi mobil pengantar jenazah, ambulance pengangkut orang sakit, konvoi atau pawai orang cacat, atau pemadam kebakaran. UU Lalu Lintas ini mendesak aturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

 

Sebagai tindak lanjutnya, Pemerintah menerbitkan PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Pasal 65 PP ini mengatur secara khusus hak utama penggunaan jalan untuk kelancaran lalu lintas. Disusun berdasarkan urutan prioritas, ambulance pengangkut orang sakit berada di nomor dua, setelah kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas. Prioritas ketiga dan seterusnya diikuti kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan kepala negara dan pemerintahan asing yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, konvoi atau kendaraan orang cacat, serta kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Tags: