Menakar Prospek Pengaturan Artificial Intelligence di Indonesia
Kolom

Menakar Prospek Pengaturan Artificial Intelligence di Indonesia

Indonesia harus segera mengembangkan seperangkat peraturan yang memastikan penggunaan kecerdasan buatan secara aman dan etis. Sudah tersedia contoh dariregulasi kecerdasan buatan di Uni Eropa dan Tiongkok.

Bacaan 5 Menit

Mengingat perkembangan AI yang cepat, pemerintah Indonesia harus siap untuk mengembangkan seperangkat peraturan sepadan. Ini demi memastikan penggunaan kecerdasan buatan yang aman dan etis di Indonesia. Pemerintah dapat melihat pengembangan regulasi kecerdasan buatan di Uni Eropa dan Tiongkok dari dua sudut pandang.

Pertama, kenyataan bahwa Indonesia jauh tertinggal dalam regulasi AI. Sebenarnya, Indonesia memiliki visi tentang AI untuk tahun 2020 - 2045 yang dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Studi tersebut menjelaskan penilaian umum tentang kecerdasan buatan. Baik Surat Edaran Kemenkominfo yang sudah ada maupun studi BPPT tersebut dapat menjadi titik awal dari regulasi AI.

Penting untuk menyeimbangkan antara pembatasan dan penggunaan teknologi terkait kecerdasan buatan secara legal. Di sisi lain perlu tetap mempertahankan fleksibilitas untuk mendorong inovasi dalam pengembangan industri AI di Indonesia. Regulasi yang mengikat dapat mendorong kepastian hukum yang akan mendukung berkembangnya industri AI.

Kedua, perkembangan peraturan AI di negara lain tidak sepenuhnya menjadi kekurangan bagi Indonesia. Memanfaatkan peraturan yang sudah ada sebagai referensi sebenarnya adalah pendekatan yang efisien dan efektif. Tentu hal ini akan berjalan dengan baik selama mempertimbangkan konteks Indonesia. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hal ini juga yang terjadi saat peraturan mengenai pelindungan data pribadi berlaku di dunia maupun Indonesia. Mengadopsi aspek regulasi AI di negara lain dengan mempertimbangkan konteks Indonesia dapat menjadi cara yang efektif untuk menyusun regulasi AI—mengingat perkembangan yang cepat ini.

Moses (2007) menyebutkan bahwa pemerintah membutuhkan sistem yang tangguh untuk merespons kemajuan teknologi. Namun, hal ini tidak dapat dicapai hanya oleh pemerintah. Kolaborasi dan keterlibatan dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, bersama dengan masyarakat, akademisi, dan entitas bisnis, akan menjadi penting. Para pemangku kepentingan ini harus memberikan perspektif baru dari waktu ke waktu. Pada intinya, regulasi yang mengikat tentang AI akhirnya akan menjadi penting. Seperangkat regulasi yang mengikat untuk memberikan kejelasan tentang AI diharapkan akan tersedia dalam waktu dekat.

*)Fachry Hasani Habib, S.H., LL.M., Dosen Hukum dan Teknologi Digital, Sekolah Hukum dan Studi Internasional, Universitas Prasetiya Mulya.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Prasetiya Mulya dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait