Mempertanyakan Urgensi Kementerian Investasi
Kolom

Mempertanyakan Urgensi Kementerian Investasi

Belum ada satu pun teori yang membenarkan bahwa dengan dibentuknya institusi baru yang langsung berada di bawah presiden, maka akan dapat memudahkan pelaksanaan kebijakan.

Bacaan 5 Menit

Situasi seperti ini selayaknya membuat pemerintah lebih bijak dan arif mengambil keputusan, sehingga mengurungkan niat pemerintah untuk tidak terlalu berfokus pada kebijakan investasi dengan membentuk kementerian baru. Sementara persoalan kesehatan dan kesejahteraan warga negara masih belum sepenuhnya membaik.

Semestinya pemerintah fokus pada penanganan Covid-19 seperti mengontrol pelaksanaan anggaran yang dikucurkan, mengefektifkan pemberian vaksinasi kepada masyarakat dan melakukan PEN secara bertahap dengan pelbagai instrumen yang tersedia. Sehingga sense of crisis pemerintah terhadap pandemi ini memang betul-betul senafas dengan kredonya Cicero menyebutkan “Salus populi suprema lex esto”, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.

Ketiga, pembentukan Kementerian Investasi oleh Presiden Jokowi juga dinilai suatu yang mubazir. Sebab, problematika investasi di Indonesia bukan sepenuhnya terletak pada lembaga yang akan menjalankan pemerintahan, melainkan terletak pada manajemen sumber daya manusia dan kultur.

Berdasarkan data World Economic Forum (2019), terdapat 16 faktor penghambat investasi/bisnis di Indonesia, dari 16 faktor, 7 di antaranya yang paling menjangkit adalah korupsi, inefesiensi birokrasi, akses ke pembiayaan, infrastruktur tidak memadai, instabilitas kebijakan, regulasi pajak, dan buruknya kesehatan masyarakat.

Menariknya, korupsi merupakan hambatan tertinggi berbisnis/berinvestasi di Indonesia dengan skor 13,8. Hal ini mengakibatkan berbisnis di Indonesia memiliki hight cost karena praktik korupsi. Sebab, korupsi tidak hanya merusak iklim investasi, namun juga merusak demokrasi, mengobrak-abrik hukum, melanggar HAM, dan mereduksi kualitas hidup masyarakat.

Semestinya pemerintah mengintropeksi diri tentang sejauh mana peran negara dalam memberantas korupsi dalam 2 periode ini. Apalagi Corruption Perception Index (CPI) Indonesia 2020 mengalami penurunan dibanding tahun lalu dengan skor 37. Turunnya CPI juga menjadikan posisi Indonesia anjlok menjadi peringkat 102 dari 180 negara.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, CPI Indonesia berada di peringkat lima di bawah Singapura (85), Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), dan Timor Leste (40). Dari data tersebut mensinyalir, bahwa memberantas korupsi adalah memperbaiki kualitas demokrasi dan HAM, sehingga pada saat yang sama juga akan meningkatkan iklim berusaha dan berinvestasi. Matinya KPK secara perlahan, suburnya keterlibatan oligarch dalam pembentukan undang-undang, dan lemahnya penegakan hukum merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia. Sehingga hal ini perlu diluruskan, agar entittas antikorupsi itu kembali pada khittah sesungguhnya.

Tags:

Berita Terkait