MA Bakal Terbitkan Perma Sidang Pidana Online
Utama

MA Bakal Terbitkan Perma Sidang Pidana Online

Diharapkan dalam satu bulan ke depan, draf Perma tentang Administrasi Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik ini selesai. Namun, LBH Jakarta menolak kehadiran Perma Sidang Pidana Secara Elektronik ini karena praktiknya bakal merugikan terdakwa.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

“Kalau dari MA ke depan akan terpenuhi semua fasilitas elektroniknya, tetapi juga harus diikuti pihak-pihak eksternal lain agar memiliki fasilitas untuk men-support sidang perkara pidana online ini,” harapnya.

Namun, adanya wacana persidangan perkara pidana online akan dikukuhkan lewat Perma mendapat kritikan dan penolakan dari LBH Jakarta. Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menilai perkara pidana secara daring (online) tidak sejalan dengan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materil dalam mengungkap sebuah perkara. Hal ini hanya bisa dicapai jika sidang digelar secara langsung di pengadilan.

“Sidang perkara pidana di pengadilan dapat melihat kebenaran materil. Kalau sidang online justru akan menjauhkan dari kebenaran materil,” kata Nelson saat dihubungi, Kamis (11/6/2020).  

Menurutnya, prinsip peradilan pidana untuk mengadili terdakwa dilakukan secara transparan dalam persidangan yang terbuka untuk umum guna mencari kebenaran materil. “Sidang di pengadilan itu kan agar semua fakta dapat terlihat (terungkap, red) sejelas-jelasnya dan kasus menjadi terbuka. Tapi, kalau nanti semuanya sidang digelar secara online (terutama perkara pidana, red), kalau begitu jual saja gedung pengadilannya!”  

Selain itu, jika sidang pidana digelar secara online pun sulit mengontrol adanya dugaan korupsi atau suap di pengadilan “Kita sendiri kan tidak tahu, gerak-gerik hakim, jaksa, pengacara dalam persidangan secara online. Badan Pengawasan MA saja susah menangkap pelaku suap dalam sidang manual, apalagi sidang digelar secara online?”

Karena itu, LBH Jakarta menolak keras jika sidang perkara pidana digelar secara online. Baginya, karakteristik sidang perkara pidana berbeda dengan sidang perkara perdata yang awal persidangan bisa digelar secara online. “Jangan membuat aturan hanya berdasarkan biayanya lebih murah dengan dalih asas peradilan cepat, biaya ringan. Nantinya, kewibawaan peradilan bisa terciderai karena masalah ini,” kata Nelson.

Dia menilai praktik sidang perkara pidana online sangat merugikan terdakwa. Satu contoh, terdakwa akan kehilangan hak untuk berkomunikasi dengan pengacaranya sebelum persidangan. “Biasanya sebelum sidang seorang pengacara berbicara dulu dengan terdakwa dalam rangka pembelaan, tapi kalau sidang online tidak bisa atau sulit bertemu klien kita, padahal itu hak dari terdakwa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait