Langkah Maju Kejaksaan dalam Penyitaan Aset Kripto
Kolom

Langkah Maju Kejaksaan dalam Penyitaan Aset Kripto

Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penanganan Aset Kripto sebagai Barang Bukti dalam Perkara Pidana mengantisipasi perkembangan aset kripto sebagai barang bukti dalam tindak pidana.

Bacaan 5 Menit
Jefferson Hakim. Foto: Istimewa
Jefferson Hakim. Foto: Istimewa

Kehadiran aset kripto berkorelasi dengan desakan masyarakat yang memerlukan transaksi yang efektif, efisien, serta tanpa intervensi baik dari pemerintah maupun institusi keuangan. Aset kripto merupakan komoditas digital yang tidak berwujud dengan memanfaatkan kriptografi, jaringan informasi teknologi, dan buku besar (ledgers). Definisi ini sesuai Pasal 1 angka 7 Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 13 Tahun 2022 jo. Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Perbappebti No. 8/2021).

Aset kripto di Indonesia dikategorikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan pada Pasar Fisik Aset Kripto sesuai Perbappebti No. 8/2021. Aset kripto juga bisa dimanfaatkan untuk menyembunyikan/menyamarkan harta kekayaan hasil kejahatan. Hal itu karena transaksi aset kripto sulit dilacak. Ada kerahasiaan identitas dari pihak yang melakukan transaksi aset kripto (pseudoanonymous).

Beberapa perkara yang diduga berkaitan dengan pemanfaatan aset kripto adalah perkara korupsi PT. Asabari (terpidana Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Jimmy Sutopo) dan dugaan perkara korupsi (terdakwa Rafael Alun). Ada juga perkara penyebaran berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan pencucian uang oleh terpidana Indra ‘Indra Kenz’ Kesuma.

Harus diakui aparat penegak hukum masih kesulitan dalam menangani aset kripto yang berkaitan dengan tindak pidana. Padahal, aset kripto termasuk benda yang dapat disita dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Aset kripto dalam hal ini diakui sebagai benda yang diperoleh atau hasil dari suatu tindak pidana maupun benda yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan sulitnya aparat penegak hukum dalam menangani aset kripto. Pertama adalah minimnya pengaturan terkait aset kripto, khususnya terkait penyitaan aset kripto. Kedua adalah pengalaman serta pengetahuan aparat penegak hukum tentang aset kripto dan penanganannya.

Baca juga:

Jaksa Agung Republik Indonesia ST. Burhanuddin telah menetapkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penanganan Aset Kripto sebagai Barang Bukti dalam Perkara Pidana (Pedoman No. 7/2023). Pedoman ini mengantisipasi perkembangan aset kripto sebagai barang bukti dalam tindak pidana. Pada prinsipnya Pedoman No. 7/2023 telah komprehensif. Isinya mengatur mengenai penentuan nilai, pembuatan controlled cryptowallet, pemblokiran, pemindahan, konversi dan nonkonversi, penyitaan, pengamanan, dan pengawasan atas aset kripto sebagai barang bukti.

Penulis melakukan kajian lebih lanjut terkait penyitaan aset kripto untuk mendukung Pedoman No. 7/2023. Ada tiga prinsip dalam penyitaan aset kripto sebagai barang bukti, yang meliputi due process, transparansi, dan privacy protection. Prinsip due process bermakna setiap pemilik aset kripto yang berkaitan dengan tindak pidana berhak untuk menerima proses hukum sesuai ketentuan hukum. Hak ini meliputi untuk diberitahukan sangkaan terhadap pelaku, kesempatan untuk mengajukan perlawanan terhadap penyitaan, dan hak untuk mendapatkan bantuan hukum.

Tags:

Berita Terkait