Langkah Maju Kejaksaan dalam Penyitaan Aset Kripto
Kolom

Langkah Maju Kejaksaan dalam Penyitaan Aset Kripto

Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penanganan Aset Kripto sebagai Barang Bukti dalam Perkara Pidana mengantisipasi perkembangan aset kripto sebagai barang bukti dalam tindak pidana.

Bacaan 5 Menit

Prinsip transparansi berarti proses penyitaan harus tunduk pada pengawasan publik untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah tindakan sewenang-wenang. Prinsip privacy protection bermakna penyitaan aset kripto harus menyeimbangkan kebutuhan untuk memberantas tindak pidana dengan melindungi privasi individu. Pengumpulan dan akses data harus diminimalisasi dan tunduk pada ketentuan keamanan yang layak.

Penanganan aset kripto harus dilakukan melalui forensik digital oleh penangan pertama bukti elektronik (digital evidence first responder/ DEFR), baik atas perintah penyidik maupun penuntut umum. Pelaksanaannya memperhatikan rantai pengawasan (chain of custody) pada setiap tahap peradilan pidana.

Sebelum melakukan penyitaan, baik penyidik maupun penuntut umum harus mengetahui keberadaan aset kripto melalui penelusuran (tracing). Langkah ini berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Pedagang Fisik Aset Kripto, serta instansi dan pihak ketiga lainnya. Penelusuran berdasarkan riwayat transaksi keuangan dan aset kripto serta dokumen terkait dari pelaku tindak pidana. Setelah diketahui, baik penyidik maupun penuntut umum segera berkoordinasi dengan PPATK untuk memblokir akun dan harta kekayaan berupa aset kripto milik pelaku tindak pidana.

Prosedur penyitaan aset kripto—seperti izin penyitaan, persetujuan penyitaan, penetapan penyitaan dan sebagainya—tetap mengacu pada KUHAP maupun undang-undang khusus terkait penyitaan. Aset kripto milik pelaku tindak pidana dipindahkan oleh DEFR—atas perintah penyidik atau penuntut umum—dari dompet kripto (crypto wallet) baik milik pelaku tindak pidana maupun pihak lain, baik itu hot wallet maupun cold wallet, ke crypto wallet yang telah disediakan oleh penyidik atau penuntut umum. Pemindahan ini akan dibuatkan berita acara penyitaannya.

Barang bukti aset kripto tidak disimpan secara konvensional sebagaimana dalam KUHAP. Barang bukti aset kripto disimpan pada suatu benda bernama ledgers yang dikuasai dan dikontrol oleh penyidik atau penuntut umum (controlled crypto wallet). Ledgers ini berup cold storage. Hal semacam ini dilakukan oleh penegak hukum Amerika Serikat melalui United States Code, Anti-Money Laundering Act, Intelligence Reform to Prevent Terrorism Act, dan Bank Secrecy Act.

Kekhususan berikutnya adalah soal penjualan barang bukti aset kripto pada tahap penyidikan atau penuntutan dengan alasan tingginya volatilitas aset kripto. Hal ini tidak diatur dalam persyaratan Pasal 45 KUHAP. Penjualan aset kripto itu bukan hal prioritas melainkan kasuistik. Langkah itu dilakukan jika nilai aset kripto terus turun selama tahap peradilan pidana dalam hal barang bukti akan dirampas negara atau sebagai pengganti uang pengganti. Penjualan barang bukti aset kripto dalam kasus itu untuk mencegah negara merugi.

Di Negara Jerman, penuntut umum bahkan diberikan kewenangan untuk menjual aset kripto sebelum pelaku tindak pidana dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan. Alasannya karena tingginya volatilitas aset kripto yang berdampak pada turunnya nilai aset kripto berdasarkan Pasal 111p, Paragraf 1 Undang-Undang Acara Pidana Jerman (Strafprozessordnung). Hasil penjualan aset kripto dimasukkan ke dalam kas negara setelah ada putusan pengadilan yang menyatakan terdakwa bersalah.

Penulis mengsulkan dua opsi untuk menentukan nilai aset kripto untuk melengkapi Pedoman No. 7/2023. Pertama, nilai real-time aset kripto pada pasar fisik aset kripto (market price). Kedua, nilai rata-rata aset kripto 30 hari terakhir pada pasar fisik aset kripto. Dua opsi itu tidak hanya untuk kepentingan penegakan hukum. Keduanya juga bisa memberikan keadilan baik bagi pelaku tindak pidana maupun pihak ketiga yang berkaitan dengan aset kripto dalam mendapatkan harga yang wajar (reasonable price). Penjualannya pada pasar fisik aset kripto itu akan melalui pedagang fisik aset kripto yang telah bekerja sama dengan penyidik atau penuntut umum. 

*)Jefferson Hakim, S.H., Jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait