KPK Minta Kapolri Dahulukan Kasus Korupsi Ketimbang Pencemaran Nama Baik
Berita

KPK Minta Kapolri Dahulukan Kasus Korupsi Ketimbang Pencemaran Nama Baik

Para saksi pelapor dugaan korupsi di KPU terancam tuduhan pencemaran nama baik. Serangan balik KPU malah lebih dahulu diperiksa polisi dibanding dugaan korupsi.

Oleh:
Zae/Mys
Bacaan 2 Menit
KPK Minta Kapolri Dahulukan Kasus Korupsi Ketimbang Pencemaran Nama Baik
Hukumonline

 

Kuasa hukum para pelapor, Iskandar Sonhadji mengakui pihaknya memang meminta perlindungan hukum kepada KPK dan Komisi tersebut sudah menyurati Kapolri. KPK sudah keluarkan surat yang intinya meminta Kapolri untuk menunda kasus pencemaran nama baik," jelasnya.

 

KPK mengingatkan bahwa tindak pidana korupsi masuk kategori kejahatan luar biasa. Oleh karena itu KPK menyarankan Kapolri untuk mendahulukan penanganan korupsi daripada tuduhan pencemaran nama baik. "Kiranya Saudara (Kapolri, red) mempertimbangkan untuk menunda sementara penyidikan atas laporan tindak pidana fitnah dan pencematan nama baik dimaksud," begitu antara lain bunyi surat bernomor R/200/KPK/1 2005 itu.

 

Ampres

Berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap saksi dan korban, Koalisi Perlindungan Saksi (KPS) meminta Presiden SBY segera menerbitkan Amanat Presiden (ampres). Terbitnya ampres diyakini bisa mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Saksi di DPR. Langkah itu dinilai KPS sebagai langkah konkret program hukum pemerintahan SBY-JK untuk mendorong percepatan pemberantasan korupsi.

 

Sementara kepada DPR, KPS berharap agar ruang partisipasi bagi masyarakat dibuka seluas-seluasnya dalam proses pembahasannya RUU Perlindungan Saksi. Masyarakat harus dilibatkan dalam pembahasan.

 

KPS mengingatkan lemahnya pengaturan dan perlindungan tentang saksi dan korban telah membuat orang enggan bersaksi dan melaporkan kasus-kasus korupsi. Itu disebabkan tidak adanya jaminan yang memadai dari aparat penegak hukum. Saksi pelapor bahkan sering mengalami kriminalisasi atau tuntutan hukum atas laporan dan kesaksian mereka, tandas KPS dalam pernyataannya.

Para pelapor dugaan korupsi hingga saat ini masih harap-harap cemas. Rapat Paripurna DPR pada 1 Februari lalu memang sudah menjadikan RUU Perlindungan Saksi dan Korban sebagai salah satu dari 55 prioritas pembahasan tahun 2005. Tetapi itu belum menjamin warga masyarakat yang melaporkan korupsi terlindungi.

 

Tengok saja apa yang dialami para pelapor dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meskipun dugaan korupsi itu sudah dilaporkan ke sejumlah instansi, termasuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi, kelanjutan penyelidikan kasus korupsi itu tidak jelas. Sebaliknya, KPU mengadakan serangan balik dengan mengadukan  para pelapor ke polisi. Mereka dituduh mencemarkan nama baik KPU.

 

Penyelidikan kasus korupsinya belum jalan, eh polisi sudah langsung menindaklanjuti pengaduan KPU. Dua saksi pelapor korupsi itu dipanggil dan dimintai keterangan. Ironisnya, KPK sudah menyatakan melindungi para pelapor. Pasal 15 UU No. 30 Tahun 2002 memang mewajibkan KPK untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

 

Panggilan polisi terhadap pelapor itu tentu saja membuat KPK kelabakan. Status perlindungan kepada para saksi pelapor seolah tidak berarti apa-apa. Itu sebabnya, 31 Januari lalu, KPK melayangkan surat berkode R (rahasia) kepada Kapolri. Dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas itu, KPK mengaku tengah menyelidiki dugaan korupsi di KPU yang dilaporkan para saksi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: