KPK Lakukan Mapping Potensi Korupsi dalam Pilkada
Berita

KPK Lakukan Mapping Potensi Korupsi dalam Pilkada

KPK sedang menjajaki kemungkinan melakukan mapping terhadap titik-titik rawan korupsi. Depdagri menganggap, yang paling berpotensi hanya penyediaan logistik pemilihan.

Mys
Bacaan 2 Menit
KPK Lakukan <i>Mapping</i> Potensi Korupsi dalam Pilkada
Hukumonline

 

Nurdjaman menilai produk hukum yang ada sudah cukup untuk mewanti-wanti tumbuhnya korupsi. Misalnya, dalam penyediaan barang dan jasa, sudah ada undang-undang tentang keuangan dan perbendaharaan negara. Soal penyediaan barang di instansi Pemerintah, sudah ada Keppres yang mengaturnya. Depdagri tidak akan secara spesifik memantau kemungkinan korupsi itu.

 

Apalagi, peran Pusat dalam Pilkada lebih minim dibanding saat Pemilu lalu. Sekarang, dana Pilkada pun diambil dari APBD. Sehingga pertanggungjawabannya pun ke DPRD setempat. Namun Nurdjaman tidak menapikan pentingnya DPRD membentuk lembaga pengawas semacam Panwaslu dulu. Peran lembaga pengawas tetap penting, ujarnya seusai menghadiri persidangan di Gedung MK, Selasa (8/3) lalu.

Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadal) berpotensi dan rawan tindak pidana korupsi. Apalagi biaya pelaksanaannya cukup besar dan tidak tersentralisasi lagi. Sebagai lembaga yang diberi mandat oleh undang-undang untuk mencegah korupsi, KPK merasa perlu melakukan antisipasi. KPK harus mengambil inisiatif, kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiqurrahman Ruki.

 

Dalam rangka melaksanakan rencana itu, pekan depan KPK berencana duduk satu meja dengan Menteri Dalam Negeri, Kapolri, Jaksa Agung, Menko Politik Hukum dan Keamanan. Menurut Ruki, pertemuan untuk membicarakan potensi korupsi dalam Pilkada sangat penting karena akan sangat berpengaruh besar pada dinamika ketatanegaraan Indonesia. Apalagi, inilah pertama kalinya pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung.

 

KPK menganggap jika terjadi praktek korupsi dalam Pilkadal, dampaknya akan membahayakan. Jangan sampai kasus dugaan korupsi di KPU pada Pemilu 2004 lalu terjadi lagi dalam Pilkada. Praktek korupsi dalam Pilkada akan mempengaruhi kualitas demokrasi kita. Ketatanegaraan kita akan terganggung hingga ke depan, ujarnya di Jakarta (7/3).

 

Salah satu kerawanan itu adalah biaya besar yang harus dikeluarkan seorang calon kepala daerah. Seorang kandidat yang mengeluarkan biaya ratusan juga rupiah, akan berpikir bagaimana secepatnya mengembalikan uang sebesar itu jika ia terpilih. Oleh karena itu, salah satu titik rawan korupsi terletak pada biaya yang dikeluarkan. Kami harapkan agar biaya politik tidak terlalu tinggi, tambah Ketua KPK itu.

 

Selain biaya politik, KPK memperkirakan banyak sekali titik yang bisa digunakan peserta atau penyelenggara pemilu untuk melakukan korupsi. Namun, Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman berpendapat, yang paling berpotensi rawan korupsi adalah penyediaan logistik pemilu.

Tags: