Namun kemudian, pada Oktober lalu, Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar memutuskan untuk menghentikan penyebarluasan draf KHI setelah ada protes dari sejumlah tokoh agama, termasuk Majelis Ulama Indonesia. Padahal, draf itu baru pertama kali dikonsultasikan ke publik dalam sebuah acara di Hotel Aryaduta Jakarta.
Pengganti Said Agil, M. Maftuh Basuni bersikap serupa. Secara institusional, Departemen Agama melarang untuk membuka kembali diskusi tentang KHI. Keberadaan naskah itu pun tidak diakui. Maftuh Basuni kembali menegaskan larangan itu dan menutup pintu rapat-rapat untuk KHI. Draf yang memuat revisi KHI yang disiapkan Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama bukan hanya saya tunda, tetapi saya batalkan, kata Basuni di sela-sela ulang tahun Majelis Internasional Ilmuwan Muslimah di Jakarta, medio Februari lalu.
Di mata Komnas Perempuan, pelarangan itu sama saja mengingkari hak masyarakat untuk berpendapat dan menutup akses publik untuk berdialog secara ilmiah. Ketua Komnas Perempuan, Kamala Chandrakirana mengatakan bahwa Komisi yang dia pimpin tidak pada posisi setuju atau tidak setuju terhadap draf itu. Yang direkomendasikan Komnas Perempuan adalah membuka ruang dialog bagi semua pihak mengenai sesuatu pemikiran yang progresif.
Penolakan yang dilegitimasi oleh institusi negara merupakan pengingkaran atas hak warga untuk berpendapat dan hak publik untuk berdialog tentang ide-ide baru, ujar Kamala.
Komnas melihat bahwa kehadiran draf KHI justru untuk melindungi perempuan. Di berbagai daerah, terjadi pembatasan terhadap perempuan atas nama agama. Sebuah kajian yang dilakukan LSM Rahima menunjukkan adanya kebijakan Pemda yang secara khusus diarahkan kepada perempuan. Antara lain, di Tasikmalaya ada peraturan tentang pakaian dinas perempuan PNS (Perda No. 4 Tahun 2002), dan larangan bagi perempuan di Sumatera Barat untuk keluar di malam hari antara pukul 22.00 hingga 05.00 WIB.
Permintaan untuk membuka kembali pembahasan draf Kompilasi Hukum Islam (KHI) itu merupakan salah satu dari delapan rekomendasi yang disampaikan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam catatan tahunannya, yang disampaikan di Jakarta (8/3).
Pembahasan draf KHI dinilai penting untuk diangkat lagi mengingat kecenderungan naiknya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang empat tahun terakhir. Pada tahun 2004 lalu terjadi kenaikan hampir dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Tahun 2001, jumlah laporannya ‘baru' 3.160 kasus, dua tahun kemudian menjadi 7.787 kasus. Dan tahun lalu naik menjadi 14.020 kasus. Itu baru data yang didasarkan pada laporan. Kemungkinan masih banyak kasus sejenis yang tidak dilaporkan oleh korban.
Draf KHI ditengarai membawa perubahan progresif terutama terhadap posisi perempuan di dalam hukum, semisal diperbolehkannya kawin kontrak (lihat tabel). Draf itu disusun oleh Tim Pengarusutamaan Gender yang diketuai DR Musdah Mulia, sebagai bagian dari pelaksanaan RAN-PKTP.
Beberapa masalah yang menjadi kontroversi dalam draft KHI
|