Ketika Notaris Merangkap Sebagai "Detektif"
Kolom

Ketika Notaris Merangkap Sebagai "Detektif"

Selain menghadapi kendala, Notaris juga menghadapi risiko tinggi dalam penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa ini.

Bacaan 6 Menit

Selanjutnya ditentukan bahwa penerapan PMPJ untuk transaksi tersebut di atas dilakukan pada saat Notaris: a). melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa; b). terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); c). terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau d). Notaris meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa.

Sedangkan yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut Permenkumham No. 9 Tahun 2017 dan SE Dirjen AHU No.1232 Tahun 2019, adalah: a). Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b).Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Sebelum menerapkan PMPJ, Notaris terlebih dahulu melakukan komunikasi dan menyampaikan informasi kepada Pengguna Jasa bahwa Notaris akan menerapkan PMPJ kepada Pengguna Jasa. Jika Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi penerapan PMPJ (menolak untuk diidentifikasi, menolak untuk diverifikasi dan menolak untuk dipantau) Notaris wajib memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa dan penolakan Pengguna Jasa untuk mematuhi penerapan PMPJ wajib dilaporkan kepada PPATK sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan. Sebaliknya bagi Notaris yang tidak menerapkan PMPJ kepada Pengguna Jasa akan diberikan sanksi.

Kegiatan identifikasi pengguna jasa untuk orang/perorangan yang dilakukan oleh Notaris meliputi permintaan dokumen dan informasi terkait: a). identitas Pengguna Jasa yang memuat: nama lengkap; nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; tempat dan tanggal lahir; kewarganegaraan; alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas; alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon bila ada; dan alamat di negara asal dalam hal warga negara asing; b). pekerjaan; c). sumber dana; d). hubungan usaha atau tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa dengan Notaris; e). nomor pokok wajib pajak; dan f). informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan kegiatan identifikasi pengguna jasa yang dilakukan oleh Notaris untuk Korporasi meliputi permintaan dokumen dan informasi terkait: a). identitas Pengguna Jasa yang memuat: nama Korporasi; nomor surat keputusan pengesahan Korporasi dalam hal telah berbadan hukum; bentuk Korporasi; bidang usaha; nomor izin usaha dari instansi berwenang; dan alamat Korporasi dan nomor telepon; b). sumber dana; c). hubungan usaha atau tujuan Transaksi yang akan dilakukan Pengguna Jasa dengan Notaris; d). informasi pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama Korporasi; e). informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) atas Korporasi; f). nomor pokok wajib pajak; dan g). informasi lain untuk mengetahui profil Pengguna Jasa lebih dalam, termasuk informasi yang diperintahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila terdapat Pengguna Jasa atau Pemilik Manfaat yang memiliki tingkat risiko tergolong tinggi, Notaris wajib melakukan identifikasi lebih mendalam meliputi:

a. meminta tambahan informasi mengenai Pengguna Jasa dan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dan melakukan verifikasi yang didasarkan pada kebenaran informasi, kebenaran sumber informasi, dan jenis informasi yang terkait,

Tags:

Berita Terkait