Kesatuan dalam Perbedaan, Perbedaan dalam Kesatuan
Kolom

Kesatuan dalam Perbedaan, Perbedaan dalam Kesatuan

Negara hukum yang dipilih sesuai dengan keinginan para Founding Fathers harus dipertahankan dan disertai dengan penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen dalam kacamata pandangan hidup bangsa Indonesia.

Bacaan 6 Menit

Bung Hatta sebagai salah satu proklamator kemerdekaan RI pernah mengatakan untuk memisahkan politik dan agama, yang terkenal dengan pemikiran tentang “scheiding van kerk en staat”. Yang mana ini dasarnya pemikiran sekuler beliau tentang pemisahaan politik dan agama. Kemungkinan besar karena pernah belajar di negeri Belanda, beliau terpengaruh oleh pemisahan tentang politik yang dipisahkan dari agama.

Diskriminasi Masih Menjadi Persoalan Besar

Walaupun kita sudah menyatakan diri sebagai bangsa multikultural tapi diskriminasi masih menjadi persoalan besar dan jadi pekerjaan rumah yang besar pula untuk para pemimpin kita. Diskriminasi dalam agama adalah yang paling ditengarai menyebabkan polarisasi atau perpecahan di antara kita. Belum lagi diskriminasi atas suku, turunan, dan warna kulit masih jadi persoalan besar dan perlu ditanggulangi dengan kesatuan tadi walaupun kita berbeda-beda.

Kalau Indonesia mau menuju dan bercita-cita menjadi negara modern maka diskriminasi atas dasar apapun harus dihilangkan dalam negara hukum (Rechtsstaat) yang modern ini barulah “Indonesia Emas” bisa dicapai pada tahun 2045. Pemikiran tentang “Kesatuan Dalam Perbedaan, Perbedaan Dalam Kesatuan” yang menjadi inti Pancasila sebagai toleransi kepada sesama manusia sebagai falsafah bangsa Indonesia perlu diperdalam dan diingatkan kepada generasi muda.

Tetapi diskriminasi dalam bidang agama lah diskriminasi yang paling mengancam kesatuan tadi karena masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama paling rentan untuk perpecahan. Padahal para pemimpin Indonesia sudah menyatakan berulangkali bahwa Indonesia bukanlah negara agama tetapi merupakan negara hukum (Rechtsstaat). Sudah jelas Republik Indonesia ini negara kebangsaan (nation state) dan Indonesia adalah bangsa yang besar yang tidak dapat dicabik-cabik oleh perbedaan agama yang sudah hidup berdampingan sejak lama dan bahkan berabad-abad.

Penghayatan dan perumusan Pancasila ini perlu diperingati setiap tahun oleh para penyelenggara negara atau pejabat lebih dari pada masyarakat pada umumnya, karena dengan penerapan ini Pancasila dapat dilestarikan untuk melawan ideologi bangsa Indonesia yang belum tentu cocok dan dapat diterapkan di sini.

Tahun ini perumusan dan penggalian Pancasila diperingati di Ende dan kemudian suatu hari di tempat-tempat lain khususnya tempat pengasingan Bung Karno seperti Bengkulu, Pulau Bangka dan Tanah Merah, Papua Barat. Peringatan hari lahirnya Pancasila 1 Juni bisa diadakan di mana - mana di seluruh Nusantara. Untuk mengingatkan bahwa falsafah atau pandangan hidup bangsa Indonesia itu sudah final dan tidak tergantikan.

Dalam menerapkan UUD 1945 terutama politik bebas dan aktif yang dianut konstitusi Republik Indonesia dalam menjalankan dan mengupayakan perdamaian dunia, terutama dalam menghadapi perang Rusia vs Ukraina, berdampak kepada persoalan pangan global dan energi yang dihadapi dunia. Sekali lagi konstitusi Indonesia akan berlaku ampuh dalam menciptakan perdamaian dunia tanpa memihak. Suatu capaian yang didambakan para pendiri Republik Indonesia dalam upaya mendamaikan dunia dalam krisis ini. Keampuhan UUD 1945 dibuktikan lagi dalam menciptakan perdamaian dunia.

*)Prof. Dr. Frans H. Winarta, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan dan Anggota Governing Board Komisi Hukum Nasional RI (tahun 2000-2015).

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait