Kebebasan Berpendapat Melalui Media Sosial
Kolom

Kebebasan Berpendapat Melalui Media Sosial

UU ITE hingga perubahan terakhirnya masih belum menjamin kebebasan berpendapat di media sosial.

Bacaan 4 Menit
Setiawan Jodi Fakhar. Foto: Istimewa
Setiawan Jodi Fakhar. Foto: Istimewa

John F. Kennedy, Mantan Presiden Amerika Serikat, menyampaikan pendapatnya mengenai kebebasan sebagai berikut, ”Jalan terbaik menuju kemajuan, adalah melalui jalan kebebasan!”. Jika direnungkan, akan muncul setidaknya dua pertanyaan. Pertama, apakah untuk menuju kemajuan hanya melalui jalan kebebasan? Kedua, apabila tidak melalui jalan kebebasan, apakah yang didapatkan kegagalan?

Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan setiap orang dalam menyampaikan pendapat. Contohnya kebebasan berpikir yang disalurkan secara lisan atau tulisan dan kebebasan untuk mengawasi atau mengkritik kebijakan pemerintah. Kebebasan dalam mengkritik serta memberikan penilaian terhadap pemerintah ini bahkan adalah hak masyarakat sipil pada era demokrasi modern.

Baca juga:

Namun, tiga tahun belakangan ini banyak warga sipil yang menjadi kreator konten dijerat hukum dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 27A UU No.11 Tahun 2008 jo.No.19 Tahun 2016 jo.No.1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kreator konten umumnya adalah seseorang yang menghasilkan suatu karya atau konten visualisasi berupa tulisan, gambar, video, podcast atau karya digital lainnya. Namun, dari konten yang dibuat ternyata muncul masalah ketika mengkritisi kebijakan pemerintah. UU ITE dijadikan salah satu alat bagi pemerintah untuk membungkam para kritikusnya. Tidak mengherankan banyak tokoh yang menyatakan bahwa UU ITE adalah produk hukum yang dapat “dikaretkan”.

Beberapa korban yang dijerat pemidanaan UU ITE misalnya Jerinx dan Ahmad Dhani. Belum lama ini dua aktivis Hak Asasi Manusia yaitu Haris Azhar dan Fatiah Maulidiyanti dijerat pula dengan UU ITE secara kontroversial. Haris-Fatia sebagai Terdakwa telah menjalani persidangan atas dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik—berdasarkan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Keduanya sempat dituntut pemidanaan penjara selama empat tahun.

Akhirnya Majelis Hakim memutuskan Haris-Fatia bebas dari tuntutan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik terhadap Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Vonis bebas itu dituangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 202/Pid.Sus/2023/PN. Jkt Tim.

Tags:

Berita Terkait