Kawal Revisi UU ITE, Langkah PERADI Jaga Hukum dan Konstitusi
Berita

Kawal Revisi UU ITE, Langkah PERADI Jaga Hukum dan Konstitusi

PERADI selaku organ negara harus mengawal revisi UU ITE demi menjalankan fungsinya sebagai penjaga hukum dan konstitusi (guardian of law-guardian of constitution).

CT-CAT
Bacaan 4 Menit

 

“UU ITE layak direvisi untuk memperjelas norma tidak diinterpretasikan salah; melengkapi norma yang belum ada sementara kejahatannya sudah banyak terjadi dan merugikan masyarakat; menyempurnakan agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat; serta tidak mengecewakan harapan rakyat untuk mewujudkan internet yang sehat, bersih, dan produktif,” Henri menambahkan.

 

Sementara itu, Kanit 4 Subdit 2 Dittipisiber Bareskrim Polri, AKBP. Silvester M. M. Simamora, S.I.K. S.H., M.H. menyatakan dukungan Polri terhadap revisi UU ITE sebagai salah satu kewenangannya menegakkan peraturan yang berlaku berdasarkan undang-undang, peraturan, dan surat edaran Kapolri. Sejak diundangkan 21 April 2008 menjadi UU No. 11 Tahun 2008, UU ITE telah beberapa kali mengalami judicial review, yakni pada tahun 2009, tahun 2010, kemudian diubah menjadi UU No. 19 Tahun 2016, dan mengalami judicial review kembali tahun 2017. “Kepolisian akan berupaya mediasi kecuali hoax, permusuhan SARA dan radikalisme, termasuk tindakan preventif berupa Kanal SiberTV, Peringatan Virtual Polisi, Portal PatroliSiber.ID, hingga optimalisasi media sosial seluruh jajaran siber,” katanya. 

 

Menurut Otto, pemberlakuan Revisi UU ITE memerlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Revisi UU ITE juga harus diposisikan pada porsi yang tepat, tidak misuse, abuse, atau overuse  di mana hukum pasal pidana menjadi ultimatum remedium atau upaya terakhir. “Di sinilah peran penting negara dan masyarakat. Negara harus memberikan kebebasan agar warga negara bisa mengakses informasi dengan bebas, dan menjamin kebebasan pengguna internet tanpa harus ditakut-takuti oleh ancaman penjara. Sementara itu, masyarakat dalam hal menghormati kebebasan berpendapat dan menghargai keragaman juga harus memilah maupun memilih informasi,” Otto melanjutkan.

 

Di sisi lain, PERADI selaku organ negara harus mengawal revisi UU ITE demi menjalankan fungsinya sebagai penjaga hukum dan konstitusi (guardian of law-guardian of constitution). Salah satu langkah yang telah dilakukan, yakni membentuk tim untuk membuat pasal-pasal yang ingin direvisi.

 

“Revisi UU ITE dengan alasan multitafsir adalah suatu keniscayaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden. Namun, saat ini pemerintah sedang melakukan sosialisasi terhadap RUU KUHP. Tentunya kita berharap, dalam perubahan, evaluasi, prolegnas, RUU KUHP ini akan disahkan. Jika sudah disahkan, maka sudah tidak ada perdebatan soal UU ITE, karena semua ketentuan pidana yang ada dalam UU ITE sudah dimasukkan ke KUHP. Jadi, sudah tidak ada lagi disparitas dan diskriminasi,” ungkap Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Edward Omar S. Hiariej, S.H., M.Hum.

 

Setidaknya, lebih dari 5.000 peserta telah mengikuti seri pertama yang dilaksanakan khusus terkait UU ITE. Seminar serupa akan diselenggarakan kurang lebih dua minggu lagi, dengan narasumber berbeda.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

Tags:

Berita Terkait