Jaminan Keselamatan Publik Masih Jadi Pertanyaan dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak
Utama

Jaminan Keselamatan Publik Masih Jadi Pertanyaan dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak

Hak publik untuk dijamin kesehatannya harus setara dengan hak politik masyarakat untuk memilih dan dipilih.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

“Kita punya berbagai instrumen HAM terkait hak atas kesehatan yang tidak ternilai. Hak atas kesehatan ini akan terganggu kalau ada penyakit. Covid akan mendegradasi kualitas hidup dan kehilangan nyawa warga negara. Pelaksana pemilu harus memastikan setiap tahapan tidak ada satupun orang terpapar corona,” tegas Wahyu.

Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, menjelaskan dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk menjamin perlindungan terhadap hak kesehatan publk di tengah pandemi. Keputusan untuk melaksanakan Pilkada di tengah pandemi adalah langkah yang diambil secara bersama dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara.

Menurut Fritz, saat diskusi sebelum memutuskan pelaksanaan Pilkada, penyelenggara pemilu, bersama perwakilan pemerintah dan DPR melihat pengalaman sejumlah negara yang juga melaksanakan pemilihan di tengah pandemi. “Ada 54 negara yang akan melakukan  pemilu maupun pilkada. Artinya memungkinkan tetap dilakukan pilkada tapi menerapkan standar kesehatan,” ujar Fritz.

Fritz meyakinkan, pelaksanaan protokol kesehatan merupakan dasar dari segala aktivitas penyelenggaraan Pilkada serentak kali ini. Dalam langkah-langkah yang tengah dipersiapkan dan telah berlangsung, Fritz mengatakan pihaknya memastikan protokol tersebut berjalan sebagaimana seharusnya.

“Kapan saja protokol kesehatan digunakan, akan digunakan untuk semua orang dan semua tahapan,” katanya.

Menurut Fritz, Bawaslu sendiri telah melakukan beberapa perubahan, misalnya tahap verifikasi dukungan calon. Saat ini dimungkinkan melakukan verifikasi data dan identitas pendukung secara virtual. Selain itu, metode kerja dengan menggunakan protokol kesehatan. Kemudian kegiatan yang melibatkan kerumunan banyak orang, seperti kampanye yang pada awalnya sempat terpikirkan untuk tidak ada kampanye langsung, tapi kemudian diputuskan boleh pertemuan tatap muka dalam ruangan dengan kapasitas 50 persen kapasitas ruangan. Juga dimunginkan kampanye daring sebagai kompensasi caloin bisa sosialisasi ke pemilih. 

“Perubahan lain soal pelaporan pelanggaran. Sekarang dimungkinkan melakukan metode daring. Begitu juga penanganan pelanggaran administratif. Dimungkinkan melakukan persidangan secara daring atau sidang langsung dengan memperhatikan protokol kesehatan karena tidak semua daerah juga punya internet yang baik,” tutup Fritz.

Tags:

Berita Terkait