Evolusi Hak Asuh Anak dalam Putusan-Putusan Hakim
Kolom

Evolusi Hak Asuh Anak dalam Putusan-Putusan Hakim

Perkembangan hak asuh anak berusaha menjaga keseimbangan antara hak orang tua dan kepentingan terbaik bagi anak.

Pengaturan tersebut mengarah pada upaya untuk mengatasi kebuntuan setelah perceraian. Kerap kali orang tua yang mendapatkan hak asuh tidak memberikan akses kepada mantan suami/istrinya untuk bertemu dengan anak. Kondisi ini kerap kali menimbulkan konflik lebih lanjut. Padahal, Pasal 41 huruf a UU Perkawinan mengatur, “akibat terjadinya perceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak”. Jelas bahwa kedua orang tua pada dasarnya tetap berkewajiban mendidik. Perbedaannya terletak pada pembagian waktu secara proporsional. Selain itu, SEMA Nomor 1 Tahun 2017 juga memberikan ruang kepada pihak yang keberatan mengajukan gugatan pencabutan hak asuh.

Misalnya pertimbangan dalam Putusan Nomor 17 PK/Ag/2022. Terungkap bahwa anak berada dalam asuhan ibunya dengan pemeliharaan dan tumbuh kembang baik. Oleh karena itu, demi kepentingan terbaik anak (the best interest of the child) dan sesuai Pasal 105Kompilasi Hukum Islam maka hak pemeliharaan anak (hadhanah) diserahkan kepada ibu. Perintah dalam amar putusan menyebut—selama tidak mengganggu kesehatan, keselamatan dan pendidikan anak—ibu berkewajiban memberi akses kepada ayah untuk mencurahkan kasih sayang, bertemu, dan ikut mendidik anak.

Konvensi Hak Anak pada Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 12 menjadi dasar hukum untuk menilai kebijakan dan putusan hakim dalam hak asuh anak. Sejauh mana hakim mendukung hak partisipasi, hak identitas, dan kepentingan terbaik anak.

Yurisprudensi yang telah disebutkan tampak mencerminkan evolusi dan fokus sesuai dengan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak. Hal itu terutama pada hubungan emosional menuju pertimbangan yang lebih holistik dan kontekstual. SEMA sendiri merespon perubahan sosial dan budaya dengan memberikan fleksibilitas penentuan hak asuh. Terjadi pergeseran paradigma dari pandangan yang lebih tradisional menjadi pendekatan yang lebih progresif. Tentu saja dengan memprioritaskan kepentingan dan hak-hak anak.

Perlindungan Warga Negara

Ada pula Putusan Kasasi Nomor 2021 K/Pdt/2020 mempertimbangkan keadaan khusus dalam hak asuh anak. Terungkap perjanjian antara Penggugat dan Tergugat mengenai pembagian waktu hak asuh anak. Namun, hakim kasasi mengesampingkan perjanjian tersebut.

Dalam pertimbangannya, hakim kasasi menyorot perjanjian tentang pembagian waktu hak asuh cocok pada saat tinggal di Amerika Serikat. Namun, terjadi kondisi khusus tempat tinggal Penggugat di Amerika Serikat dan Tergugat beserta anak di Indonesia. Hakim mengakui bahwa pelaksanaan perjanjian akan sulit dilakukan karena jarak geografis yang signifikan antara kedua tempat tinggal tersebut.

Putusan kasasi lalu menegaskan tanggung jawab negara dan Pemerintah untuk melindungi warga negara, terutama dalam konteks hak asuh anak di bawah umur. Hakim menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi warganya meski telah ada perjanjian—yang berlaku sebagai undang-undang— antara para pihak. Oleh karena itu, putusan hakim menempatkan anak di bawah pengasuhan Tergugat yang merupakan ibunya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait