Evolusi Hak Asuh Anak dalam Putusan-Putusan Hakim
Kolom

Evolusi Hak Asuh Anak dalam Putusan-Putusan Hakim

Perkembangan hak asuh anak berusaha menjaga keseimbangan antara hak orang tua dan kepentingan terbaik bagi anak.

Hakim peradilan umum kembali mendapat pedoman baru dalam penentuan hak asuh melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2017 bagian Perdata Umum-1.d. Isinya menentukan bahwa, “Hak ibu kandung untuk mengasuh anak di bawah umur setelah terjadinya perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dengan mempertimbangkan juga kepentingan/keberadaan/keinginan si anak pada saat”.

Pengaturan ini mengarah pada perubahan kaidah yang diatur sebelumnya dalam Yurisprudensi Nomor 126 K/Pdt/2001. Namun, isinya selaras dengan Yurisprudensi Nomor 110 K/AG/2007. Kedudukan ayah dan ibu dipandang setara dalam kaitannya dengan pengasuhan terhadap anak.

SEMA Nomor 1 Tahun 2017 mewajibkan hakim memperhatikan dua aspek. Pertama, menggali fakta pemenuhan tanggung jawab oleh ayah dan ibu terhadap anak. Fakta itu menilai baik saat sebelum atau setelah perselisihan keduanya terjadi. Kedua, mendengar keinginan anak itu sendiri. Anak berhak atas kenyamanannya dengan memilih diasuh oleh ayah atau ibunya.

Hal ini berlaku bagi anak yang sudah dapat melakukan komunikasi dengan baik untuk dihadirkan di persidangan. Hakim dapat pula melakukan pemeriksaan setempat pada kediaman anak. Tindakan ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman langsung terhadap kondisi dan situasi aktual tempat tinggal anak. Dengan demikian, putusan hakim dapat dibuat berdasarkan informasi yang lebih kontekstual dan akurat.

Hak memilih bagi anak diakui pula terhadap anak yang lahir dari perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing. Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur, ”Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya”.

Misalnya Putusan Kasasi 2948 K/Pdt/2019 yang membatalkan putusan judex facti karena memberikan hak asuh kepada ibu dengan dasar anak masih di bawah umur. Padahal dalam kenyataannya anak telah tinggal dan menetap bersama dengan ayahnya dan neneknya. Selain itu, keterangan anak menjelaskan lebih senang tinggal bersama dengan ayahnya. Pemindahan tiba-tiba pengasuhan menjadi oleh ibunya dikhawatirkan justru menyebabkan guncangan keadaan psikologis anak.

Pengaturan hak asuh anak dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2017 untuk Pengadilan Agama juga masuk pada fase berikutnya. Rumusan Kamar Agama-C menentukan bahwa, “Dalam amar penetapan hak Asuh anak (hadhanah) harus mencantumkan kewajiban pemegang hak hadhanah memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadhanah untuk bertemu dengan anaknya. Dalam pertimbangan hukum, majelis hakim harus pula mempertimbangkan bahwa tidak memberi akses kepada orang tua yang tidak memegang hak hadhanah dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan pencabutan hak hadhanah”.

Tags:

Berita Terkait