Dua Pakar Hukum Ini Kritik Keras Putusan Pengujian UU KPK
Utama

Dua Pakar Hukum Ini Kritik Keras Putusan Pengujian UU KPK

Putusan uji formil UU KPK yang ditolak menggunakan argumentasi yang begitu buruk dan sangat mengejutkan. Tidak ada satu harapan pun untuk perbaikan KPK melalui putusan MK, tapi harapan itu ada di publik sekarang.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Bivitri menilai putusan uji formil UU KPK yang ditolak menggunakan argumentasi yang begitu buruk dan sangat mengejutkan. Dalam pertimbangannya, tidak ada prinsip-prinsip, asas-asas yang mendasar. “Ini menjadi seperti bayangan mengerikan, kita berharap ada check and balance dari yudikatif karena DPR semakin ugal-ugalan. Kami jadi mempertanyakan, hakim MK ini memahami prosedur pembentukan UU atau tidak. Kok bisa seminar dijadikan alasan pembentukan UU?”

Dia menilai putusan MK ini akan berbahaya bila beberapa hal berikut ini akan menjadi pertimbangan dalam putusan MK di masa depan, diantaranya naskah akademik fiktif menjadi fiksi berarti karangan, lalu seminar dan diskusi yang tidak dilakukan dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 dianggap sebagai forum partisipasi sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011, pemohon tidak berhasil menghadirkan bukti mengenai kehadiran, penolakan dan demonstrasi tidak dianggap sebagai pertanda bahwa ada kerugian konstitusional disana.

Semakin lemah

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyampaikan kritik tajam atas penolakan judicial review (JR) terhadap UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK ini. Ia mengatakan KPK memang pada dasarnya sudah lemah. Dengan putusan MK ini, ia khawatir lembaga anti-rasuah independen tersebut akan semakin dikebiri kekuatannya.

“KPK Indonesia itu secara teoritik sebenarnya sudah lemah sedari awal dan lama-kelamaan kian diperlemah, bahkan sudah menjadi maling, begitu ya,” sindiri Feri.  

“Fakta jadi maling itu sudah terbukti, misalnya ada pegawai KPK yang mencuri barang bukti, ada penyidik KPK yang memeras pihak yang berperkara. Jadi sudah ada fakta-faktanya,” bebernya.

Pernyataan Feri soal KPK yang semakin melemah dan menjadi “maling” bukan tanpa alasan. Rujukannya adalah teori new separation of powers dari pakar hukum Amerika Serikat, Bruce Ackerman. Ia menyebut bahwa teori tersebut mengemukakan soal ciri-ciri lembaga independen atau berintegritas.

Menurut teori tersebut, ciri pertama dari lembaga yang berintegritas diatur di konstitusi. Dengan adanya landasan konstitusi, suatu lembaga independen tidak boleh diubah melalui proses legislasi biasa. Dalam konteks KPK, dengan dilakukannya proses legislasi biasa, UU tentang lembaga independen pemberantasan korupsi yang didirikan pada tahun 2002 tersebut berpotensi diubah lagi dan lagi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait