DPR Desak Pemerintah Terbitkan Perppu Penanggulangan Krisis Keuangan
Utama

DPR Desak Pemerintah Terbitkan Perppu Penanggulangan Krisis Keuangan

Tindakan pemerintah dalam menanggulangi krisis keuangan global dinilai tidak efektif.

CRF
Bacaan 2 Menit
DPR Desak Pemerintah Terbitkan Perppu Penanggulangan Krisis Keuangan
Hukumonline

 

Untuk itu, fraksinya kata Zulkifli, mendesak pemerintah untuk melakukan langkah-langkah yang bisa meningkatkan rasa aman bagi masyarakat. Tujuannya, supaya krisis yang terjadi 10 tahun silam tidak terulang kembali. Salah satu usulan FPAN kepada pemerintah adalah menaikan jaminan deposito di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari Rp100 juta menjadi Rp2,5 miliar. Usulan ini sangat logis. Pasalnya, jumlah rekening yang beredar di Indonesia saat ini yaitu sekitar 77,792 juta atau 90 persen lebih, dimiliki oleh nasabah dengan nilai simpanan di bank di bawah Rp2,5 miliar.

 

Selain itu, FPAN mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) penanggulangan dampak krisis keuangan. Alasannya, krisis ini sudah pasti membuat rasa tidak nyaman bagi masyarakat dan investor. FPAN juga meminta agar Bank Indonesia (BI) tetap mengawal pergerakan rupiah agar tidak terlampau melemah terhadap dollar Amerika.

 

Di sisi lain, himbauan Presiden agar perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan pembelian kembali (buy back) saham-sahamnya di publik, sebagai upaya menghindari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), justru dinlai tidak efektif.

 

Senada dengan Zulkifli, Anggota DPR dari Komisi XI, Drajat Wibowo mengatakan, ada dua masalah krusial yang bisa membuat krisis kali ini lebih parah dibanding krisis sebelumnya. Pertama, hancurnya perbankan karena kredit macet. Ini akan mengakibatkan banyaknya saham-saham di Indonesia (nilainya) menjadi lebih parah dari krisis moneter 1998.

 

Kedua, terjadi penarikan simpanan nasabah secara besar-besaran (rush) disetiap bank. Nasabah yang ingin melakukan pengambilan tunai harus antri dan setiap bank tidak mempunyai uangnya, ujar Drajat.

 

Kondisi ini, menurutnya, dapat mengakibatkan situasi di Indonesia tidak terkontrol dan mengakibatkan krisis moneter yang lebih parah dibanding tahun 1998. Untuk itu, ia meminta supaya BI dan Departemen Keuangan untuk tetap menaikan suku bunga. Nilai tukar harus dijaga, dan minimalisir  moneter yang lebih parah lagi bisa dilakukan dengan mencegah buy back dan rush, sarannya.

 

Di hari yang sama, Deputi Senior Gubernur BI Miranda Swaray Goeltom menyambangi Ketua DPR Agung Laksono. Kedatangan Miranda untuk melaporkan perkembangan moneter akhir-akhir ini. Hanya, ketika ditanya oleh wartawan, Miranda tidak mau menjelaskan secara detil tentang laporannya tersebut. Dia hanya mejelaskan bahwa pihaknya melaporkan keadaan perekonomian Indonesia dan langkah-langkah yang akan diambil terkait krisis ini. Termasuk kelonggaran-kelonggaran apa yang akan kita lakukan ditengah-tengah ketidak pastian dan likuidistas global ini, tegasnya.

 

Miranda mengakui bahwa krisis yang dialami sekarang sudah demikian dalam. Dan sudah menjadi tugas BI untuk untuk meng-update berita-berita terkait permasalahan krisis ini. Menurutnya, pemerintah, BI dan Presiden harus bekerja keras selama 24 jam penuh agar krisis ini bisa diatasi dan dampaknya bisa dihindarkan seminimal mungkin bagi negara Indonesia.

 

Agung Laksono menyatakan keprihatinannya terhadap krisis keuangan global yang dampaknya juga dirasakan di Indonesia. Ia meminta agar masyarakat tidak panik atas kejadian ini. Agung mengatakan, dirinya akan meminta Komisi XI untuk menindak lanjuti masalah krisis ini.

Penghentian aktifitas perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) oleh pemerintah akibat krisis keuangan global yang melanda dunia, menimbulkan reaksi dari anggota DPR. Para anggota dewan juga mengkhawatirkan dampak krisis tahun 1998 bakal terulang kembali.

 

Kekhawatiran ini disampaikan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) yang juga anggota Komisi XI DPR (bidang keuangan negara dan perbankan) Zulkifli Hasan di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Kamis (9/10). Menurutnya, pemerintah semestinya belajar dari pengalaman krisis moneter 1998. Bahkan, kata dia, krisis kali ini bisa dijadikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Harus bisa menjadi peluang bagi kita, bukan malah sebaliknya, tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: