Delapan Arah Kebijakan dalam RUU Pertanahan
Berita

Delapan Arah Kebijakan dalam RUU Pertanahan

Semangat RUU Pertanahan ini menuju data pertanahan yang terintegrasi dalam satu peta agar bisa mencegah dan mengatasi beragam persoalan pertanahan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Kelima, mempercepat penyelesaian sengketa, konflik, dan perkara pertanahan. Prinsip dasarnya, mengedepankan musyawarah mufakat. Dalam hal ini, ada amanah pembentukkan pengadilan pertanahan. Keenam, kebijakan fiskal pertanahan dan tata ruang. Pengaturan ini menyangkut pengenaan pajak progresif, keringanan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar Rp0,- bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta pemberian insentif dan disinsentif.

 

“Pengenaan pajak progresif diharapkan dapat mencegah para spekulan menguasai tanah,” lanjutnya.

 

Ketujuh, kewenangan pengelolaan kawasan oleh kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya. Sedangkan, Kementerian ATR/BPN melaksanakan sistem pendaftaran tanah agar seluruh bidang tanah di Indonesia terdaftar menuju sistem positif yang memberi kepastian hukum bagi masyarakat.

 

Kedelapan, penghapusan hak-hak atas tanah lama, bekas hak hukum barat. Dia menerangkan penghapusan hak barat sudah diberikan jangka waktu melalui konversi sesuai UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria. Namun, perlu penegasan kembali agar hak barat ditetapkan sebagai tanah negara agar tidak menimbulkan permasalahan dalam pendaftaran tanah.

 

Menurutnya, RUU Pertanahan ini sebenarnya upaya mengejawantahkan (menerapkan) amanat prinsip dasar dari UU 5/1960. Dengan kata lain, RUU Pertanahan ini merupakan implementasi atau operasional dari UU 5/1960. “UU 5/1960 menjadi lex generalis (aturan umum), sedangkan RUU Pertanahan menjadi lex spesialis (aturan khusus).”

 

Sistem pertanahan terintegrasi

Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron mengakui RUU Pertanahan memang agak sensitif karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dalam penguasaan hak atas tanah. Karena itu, pihaknya berupaya agar pembahasan RUU Pertanahan mengedepankan rasa keadilan masyarakat luas.

 

“Sebenarnya, RUU Pertanahan ini upaya membenahi beragam persoalan pertanahan. Mulai konflik lahan, harga tanah terlampau tinggi, kepemilikan tumpang tindih (sertifikat ganda), disparitas kawasan tertentu dengan kawasan lain," ujar Herman Khaeron dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, belum lama ini.

 

Dalam RUU Pertanahan ini juga diperkenalkan single land administration yang merupakan sistem administrasi pendaftaran tanah melalui satu pintu. Sistem pendaftaran tanah ini sudah diterapkan di banyak negara. “Ini diadministrasikan oleh negara. Entah siapa (lembaga) yang ditunjuk ya, itu silahkan peraturan pemerintah yang mengaturnya!”

Tags:

Berita Terkait