Dapatkah Perusahaan Asuransi Dipailitkan?
Kolom

Dapatkah Perusahaan Asuransi Dipailitkan?

Asuransi ataupun pertanggungan adalah perjanjian atau kontrak antara para pihak yang sepakat. Salah satu pihak bertindak sebagai penanggung dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung. Maka dalam hal perjanjian secara umum, berlakulah ketentuan-ketentuan tentang hukum perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata, selain ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik tentang perjanjian asuransi itu sendiri dalam Buku I Bab IX KUHD.

Bacaan 2 Menit

Bila kasus itu memang telah sumir terbukti merupakan kewajiban yang haru dibayarkan oleh pihak asuransi, maka upaya paksa dari Departemen Keuangan agar perusahaan asuransi tersebut membayar kewajibannya tersebut akan lebih efektif menjaga hak si pemohon pailit (claimer) dari pada harus buru- buru mempailitkan, yang sebenarnya secara otomatis juga akan mempengaruhi hak orang lain untuk mendapat kepastian perlindungan asuransi.

Kecuali bila kewajiban yang secara sederhana itu masih tetap tidak dibayarkan oleh pihak asuransi, maka memutuskan perusahaan tersebut pailit di Pengadilan Niaga dengan menggunakan Pasal 6 ayat 3 adalah keputusan yang harus dikabulkan dari pada perusahaan asuransi tersebut menimbulkan kerugian lebih lanjut luas pada pihak nasabah atau konsumen lainnya.

 

Ricardo Simanjuntak adalah praktisi hukum, pemerhati masalah kepailitan

 

Artikel ini merupakan cuplikan dari makalah penulis pada saat HUT Dewan Asuransi Indonesia ke-44 di Jakarta

Definisi asuransi dicantumkan dalam Pasal 246 KUHD, dan lebih lengkap lagi didefinisikan dalam Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 UU no 2 tahun 1992 (UU Asuransi) sebagai berikut:

"Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan."

Dari sudut hukum perjanjian, suatu kontrak dinyatakan sah apabila kontrak tersebut telah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Adanya "kesepakatan" yang merupakan salah satu syarat dari sahnya suatu kontrak tersebut dalam perjanjian asuransi secara lebih khusus diatur dalam pasal 257 KUH Dagang yang menyatakan bahwa perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung telah terjadi dan mengikat kedua belah pihak (lihat pasal 1338 KUH Perdata) seketika setelah perjanjian tersebut ditutup.

Dan biasanya, bentuk tertulis dari perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk polis. Akan tetapi, polis tidak mutlak merupakan bukti telah ditutupnya asuransi. Karena bila polis tersebut terlambat atau belum diterbitkan pada saat sesuatu terjadi pada tertanggung, tertanggung tetap dapat meminta asuransi tersebut untuk menanggung kerugian tersebut berdasarkan kontrak asuransi yang telah sah.

Tags: