Cabut Permohonan di MK, Pegawai KPK Pertimbangkan Ajukan Gugatan ke PTUN
Terbaru

Cabut Permohonan di MK, Pegawai KPK Pertimbangkan Ajukan Gugatan ke PTUN

Para pemohon memiliki dua alasan dalam pencabutan permohonan tersebut.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit

Budi menegaskan bahwa KPK sebagai lembaga penegak hukum dan BKN sebagai lembaga yang mengatur manajemen kepegawaian negara tidak sepatutnya menyelenggarakan hal-hal yang melawan hukum.

Perwakilan pegawai KPK lain, Novariza mengatakan ia curiga akan adanya manipulasi-manipulasi lanjutan yang akan dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana. "Bagaimana bisa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di depan Ombudsman RI yang tengah memeriksa tentang maladministrasi, tanpa malu mengakui adanya kontrak kerja sama yang sengaja dibuat 'back date'," ucap Novariza.

Apalagi karena sejak awal proses TWK direncanakan dan dilaksanakan diduga banyak manipulasi terjadi. "Permintaan keterbukaan informasi yang diminta pegawai juga dirasa sangat lamban dan bertele-tele. Tidak seperti proses munculnya pasal TWK dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai dimana KPK bisa cepat dalam berkoordinasi pengundangan hanya berlangsung 1 hari, maka permintaan hasil TWK pegawai seharusnya bisa lebih cepat dari itu," ujar Novariza.

Dalam lembar Perkom Nomor 1 Tahun 2021 diketahui tanggal penetapan dan pengundangan berlangsung dalam satu hari yang sama yakni 27 Januari 2021. Belakangan diketahui, kontrak swakelola antara KPK dan BKN dalam pelaksanaan TWK juga dibuat pada 27 Januari 2021. "Prosesnya kilat sehingga cenderung mencurigakan tapi giliran kami meminta hasil prosesnya lamban sekali," ungkap Novariza.

Menanggapi hal itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, mengatakan bahwa informasi mengenai proses pelaksanaan TWK terhadap pegawai KPK menjadi rahasia negara, namun bisa dibuka melalui mekanisme pengadilan. "Apakah ini bisa dibuka? Bisa, melalui pengadilan silakan saja," kata Bima.

Kendati bisa dibuka melalui pengadilan, Bima mengatakan nama-nama pegawai yang misalnya, menyetujui pancasila diganti dengan ideologi lain, atau siapa saja yang menentang kebijakan pemerintah untuk pembubaran organisasi radikal dan teroris akan diketahui publik.

Tags:

Berita Terkait