Misalkan ada sengketa antara A dengan B di PN Jakarta Selatan. Pengadilan tingkat pertama sudah memutus A kalah. Lalu A mengajukan banding. Nah, dalam proses banding itulah tetap dimungkinkan kedua belah pihak melakukan mediasi. Kalau tercapai kesepakatan, maka kesepakatan itu wajib disampaikan secara tertulis kepada pengadilan tingkat pertama yang mengadili sengketa tersebut, dalam hal ini PN Jakarta Selatan.
Sistematika Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan | ||
Bab I: Ketentuan Umum |
| Pasal 1 – 6 |
Bab II: Tahap Pra Mediasi |
| Pasal 7 - 12 |
Bab III: Tahap-Tahap Proses Mediasi |
| Pasal 13 – 19 |
Bab IV: Tempat Penyelenggaraan Mediasi |
| Pasal 20 |
Bab V: Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali |
| Pasal 21 – 22 |
Bab VI: Kesepakatan di Luar Pengadilan |
| Pasal 23 |
Bab VII: Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif |
| Pasal 24 - 25 |
Bab VIII: Penutup |
| Pasal 26 - 27 |
Selain kemungkinan damai pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali, Perma 1/2008 memuat rumusan baru tentang konsekuensi hukum jika proses mediasi tak ditempuh. Pasal 2 ayat (3) tegas menyebutkan: Tidak menempuh proses mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Perma 1/2008 juga mengatur jenis perkara yang bisa dimediasi. Berdasarkan pasal 4, semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui mediasi, kecuali untuk beberapa perkara. Pengecualian tersebut adalah perkara yang diselesaikan melalui pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Tony Budidjaja mengkritik luasnya perkara yang bisa dimediasi. Perma tidak spesifik menyebut apa saja, dan nilai perkaranya berapa. Itu sebabnya, Tony berharap proses mediasi harus dilakukan hati-hati.