Beberapa Segi Hukum tentang Somasi (Bagian III)
Kolom

Beberapa Segi Hukum tentang Somasi (Bagian III)

Tulisan in merupakan sambungan dua tulisan terdahulu. Membahas antara lain tentang batas akhir prestasi, sifat somasi, dan pandangan hukum mengenai prestasi dan wanprestasi.

Bacaan 2 Menit

 

Namun demikian kepada kreditur harus diberikan waktu yang pantas untuk memeriksa benda yang diserahkan, sebaliknya ia juga tidak boleh untuk seenaknya menunda memeriksa kiriman itu. Kiranya itikad baik menuntut, agar dalam pelaksanaan suatu perjanjian, para pihak mengindahkan tuntutan kepantasan dan kepatutan yang berlaku dalam pergaulan hidup (Pasal 1338 ayat 3 BW). Jadi, tidak semua teguran/peringatan mempunyai daya kerja sebagai suatu somasi. Kalau demikian, maka ada teguran atau peringatan yang, sekalipun tidak dipenuhi, tidak mengakibatkan debitur berada dalam keadaan lalai atau wanprestasi.

 

Lalu dalam keadaan yang bagaimana teguran/peringatan dari kreditur tidak berakibat debitur dalam keadaan lalai, kalau teguran/peringatan itu tidak dipenuhi? Yang demikian terjadi kalau teguran/peringatan itu tidak memenuhi syarat untuk sahnya suatu somasi.

 

Somasi dan Iktikad Baik

Dalam peristiwa yang bagaimana somasi tidak sah, dalam arti, tidak membawa akibat hukum sebagaimana yang diharapkan dari suatu somasi? Misalnya somasi yang diberikan secara lisan atau somasi yang meminta kreditur menentukan gudang tempat penyerahan, padahal debitur belum menguasai benda yang harus diserahkan, merupakan somasi dengan itikad buruk. Tidak dipenuhi somasi seperti ini tidak mengakibatkan kreditur berada dalam keadaan wanpresatsi (HgH Batavia 10 Maret 1921, dalam T. 114 : 218). Ternyata iktikad baik dalam pelaksanaan perjanjian harus diperhatikan. Menuntut kreditur untuk membayar tunai, pada saat menerima penyerahan obyek perjanjian di Semarang, padahal secara kontraktual disepakati pembayaran akan dilakukan di Batavia (HgH Batavia 18 Juni 1925, dalam T. 122 : 342). Yang demikian bukan merupakan somasi yang sah.

 

Bagaimana kalau ada somasi, yang menuntut penyerahan obyek perjanjian sebanyak 5250 kg, padahal kreditur hanya masih berhak atas penyerahan sebesar 5050 kg? Apakah, karena jumlah atas mana kreditur masih berhak, tidak pas dengan yang disebutkan dalam somasi, somasi itu menjadi tidak sah? Menjadi tidak membawa akibat sebagaimana diharapkan dari suatu somasi?

 

Kiranya tidak pantas, kalau atas dasar sedikit kekeliruan saja, debitur boleh mengabaikan somasi tanpa membawa  akibat, bahwa debitur berada dalam keadaan lalai.  Kesalahan itu sedemikian kecilnya, sehingga kepatutan menentang pendapat, yang mengatakan somasi itu tidak sah (bersambung).

 

Purwokerto, 26 Agustus 2010

 

-----                                                                                          

*) Penulis adalah pemerhati hukum. Tinggal di Purwokerto.

 

----------------------------

Literatur:

 

P. De Prez,  Gidsen Publiek en Privaatrecht, Deel I, Gids Burelijk Recht, Wolters – Noordhoff, Groningen, tanpa tahun.

C. Asser – P.A.J. Losecaat Vemeer, Handleiding tot de beoefening van her Nederlands Burgelijk Recht, derde deel, Verbintenissenrecht, eerste stuk, Tjeenk Willink, Zwolle

Halaman Selanjutnya:
Tags: