Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP
Utama

Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP

Unsur makar terpenuhi sekalipun seseorang menyimpan kembali senjata yang diacungkan ke arah Presiden sebelum orang lain mencegah pelaku.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

“Makar untuk melakukan suatu kejahatan tertentu mencakup pula percobaan untuk melakukan kejahatan tersebut dan juga mencakup tindakan (sempurna) untuk melakukan kejahatan itu,” tulis Sianturi.

Sebagai contoh, jika seseorang mengacungkan senjata kepada Presiden dengan niat menghilangkan nyawanya, tetapi sebelum orang lain meneghentikannya melakukan perbuatan itu pelaku sudah menyimpan senjatanya kembali, ia telah memenuhi unsur makar dalam Pasal 104 KUHP.

Frasa ‘dengan maksud’ dalam Pasal 104 menurut Sianturi (1983: 7), selain sebagai tujuan yang tidak mesti menjadi kenyataan, tetapi juga merupakan kehendak si pelaku. Artinya, ia harus tahu yang menjadi sasarannya adalah Presiden/Wakil Presiden, atau setidak-tidaknya mengetahui bahwa presiden/wakil presiden dapat terkena oleh tindakannya. Misalnya, jika dalam satu mobil duduk Presiden dan beberapa menteri, lalu granat yang dilemparkan pelaku menyebabkan beberapa menteri meninggal sedangkan presiden selamat, maka Pasal makar tetap dapat diterapkan kepada pelaku.

Apakah cukup dengan kata-kata ancaman? Pasal 104 tidak merumuskan bagaimana caranya untuk merampas nyawa. Jadi, menurut Sianturi, tindakan apapun yang dilakukan dicakup oleh Pasal 104, termasuk yang tersirat dalam Pasal 338, 339. 340, dan 344 KUHP (pasal-pasal pembunuhan). Demikian pula tentang merampas kemerdekaan, yang tidak ditentukan caranya dalam KUHP. Dapat saja perbuatan itu dalam bentuk mengurung dalam satu ruangan, mengikat, menculik, atau membatasi di suatu tempat. Pokoknya, kata Sianturi, kebebasan Presiden/Wapres untuk melakukan sesuatu yang dikehendakinya dihalangi akibat perbuatan pelaku.

Rumusan yang lebih luas adalah ‘untuk menjadikan mereka tidak mampu memerintah’. Ini berarti, kata Sianturi, tindakan apapun yang dilakukan  selain dari perampasan nyawa dan kemerdekaan yang pada hakikatnya menjadikan presiden tidak mampu memerintah tercakup dalam pasal ini. Contoh perbuatannya: menghipnotis, membius, meracuni, membuat presiden tak sadar. Asalkan perbuatan itu membuat presiden/wapres tidak dapat menjalankan tugasnya untuk memerintah baik secara fisik maupun psikis.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, ketentuan makar tak hanya terdapat pada Pasal 104 KUHP. Masih ada beberapa pasal lain, dan pernah diterapkan oleh pengadilan. Contohnya, Pasal 106 KUHP (makar untuk memisahkan diri dari wilayah negara Republik Indonesia). Pengadilan Negeri Biak pernah menghukum Septinus Rumere 6 bulan penjara karena terbukti melakukan makar berupa pengibaran bendara Bintang Kejora. Pengadilan Tinggi Jayapura menambah hukuman menjadi 2 tahun. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan terdakwa (putusan MA No. 2157 K/Pid.Sus/2010).

Pasal 106 KUHP menyebutkan makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian atau seluruh wilayah negara diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Pasasl 139-140 KUHP berkaitan dengan makar terhadap wilayah dan pimpinan negara sahabat.

Tags:

Berita Terkait