Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP
Utama

Bahasa Hukum: ‘Makar’ Alias Aanslag dalam Pasal 104 KUHP

Unsur makar terpenuhi sekalipun seseorang menyimpan kembali senjata yang diacungkan ke arah Presiden sebelum orang lain mencegah pelaku.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Setelah Indonesia merdeka dan menyatakan WvS berlaku dengan beberapa perubahan, maka ada bagian yang berubah dalam pasal 104 KUHP, yakni kata-kata ‘de Koning’ dan ‘de regeerende Koningin of den Regent’ diganti dengan ‘den President of den Vice-President’.  Perubahan itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan sistem pemerintahan Indonesia.

(Baca juga: MK Tegaskan Pasal Makar dalam KUHP Tetap Konstitusional).

Pasal ini, menurut R. Soesilo (1994: 108), mengancam hukuman kepada orang yang melakukan makar dengan niat (i) membunuh; (ii) merampas kemerdekaan; atau (iii) menjadikan tidak cakap memerintah Presiden atau Wakil Presiden.

Dalam bahasa yang ringkas, Kamus Hukum dan Yurisprudensi karya HM Fauzan dan Baharuddin Siagian (2017: 466) mengartikan makar itu sebagai penyerangan yang dilakukan dengan maksud  menghilangkan nyawa presiden dan wakil presiden, merampas kemerdekaan mereka, atau menjadikan mereka tidak cakap memerintah.

Tentu saja, ada beragam pandangan ahli atau doktrin mengenai pasal-pasal makar dalam KUHP. Apalagi pasal-pasal makar itu telah pernah dimohonkan uji ke Mahkamah Konstitusi. Berikut dikutip sebagian pandangan ahli lewat karya mereka.

R. Soesilo

Menurut R. Soesilo, makar biasanya dilakukan dengan perbuatan kekerasan. Jika orang baru melakukan perbuatan persiapan (voorbereidingshandeling) saja ia belum dapat dihukum. Agar bisa dihukum, ia harus sudah mulai melakukan ‘perbuatan pelaksanaan’ (uitvoeringshandeling). Untuk makar, tidak perlu harus ada perencanaan lebih dahulu, sudah cukup apabila unsur ‘sengaja’ telah ada.

Pertanyaannya, apa yang masuk kategori ‘membunuh’, dan ‘merampas kemerdekaan’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 KUHP? R. Soesilo berpandangan bahwa membunuh sama dengan menghilangkan nyawa. Merampas kemerdekaan tidak perlu mengikat atau menutup dalam kamar yang sempit sehingga tidak dapat bergerak sama sekali, sudah cukup misalnya dengan menculik.

Anasir lain, ‘menjadikan tidak cakap memerintah’, dapat dilakukan dengan beragam cara. Misalnya dengan kekerasan (pukulan), atau memberikan obat atau bahan-bahan (minuman, makanan atau suntikan) yang merugikan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga menjadi sakit lumpuh, tidak dapat berpikir dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait