Akademisi Usul Restorative Justice Dituangkan dalam UU
Utama

Akademisi Usul Restorative Justice Dituangkan dalam UU

Misalnya dimasukan dalam revisi KUHP, atau bisa juga dibentuk melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Peraturan Kejaksaan itu hampir sama seperti Perkap No.6 Tahun 2019 yang fokus pada pemulihan korban, tidak ada penekanan pada pemulihan relasi korban dengan pelaku. Serta targetnya tercapai “perdamaian” (terlepas dari substansinya). Dari berbagai hal tersebut, Agustinus menilai penerapan keadilan restoratif di Indonesia perlu dituangkan dalam bentuk UU atau setidaknya dalam Peraturan Pemerintah. “Bisa juga dimasukan dalam revisi KUHP,” usulnya.

Pedoman yang diatur tidak saja terkait aspek prosedural tapi juga tahapan yang dibutuhkan untuk mewujudkan rekonsiliasi dan pemulihan korban, pelaku, dan lingkungan terdampak tindak pidana. Diperlukan prosedur yang mempromosikan kemampuan warga untuk menyelesaikan persoalannya sendiri.

Peran negara melalui penyidik, penuntut umum, dan hakim terbatas sebagai fasilitator dan mentor dalam upaya mewujudkan rekonsiliasi dan pemulihan korban, pelaku, dan lingkungan terdampak tindak pidana.

Certified Mediator Pusat Pelatihan Pengembangan Pendayagunaan Mediasi (P4M), Andrea H Poeloengan, menyebut restorative justice adalah pendekatan untuk mencapai keadilan yang melibatkan seluas mungkin mereka yang memiliki kepentingan dalam pelanggaran atau kerugian tertentu yang secara kolektif (bersama) mengidentifikasi dan mengatasi kerugian, kebutuhan, dan kewajiban untuk memulihkan dan memperbaiki keadaan sebaik mungkin.

Restorative justice ini bukan hal baru, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.

Tujuan keadilan restoratif yakni menempatkan kunci keputusan kepada mereka yang paling terkena dampak kejahatan. Menjadikan keadilan lebih memulihkan dan idealnya lebih transformatif. Mengurangi kemungkinan pelanggaran di masa depan.

Untuk mencapai tujuan itu korban dilibatkan dalam proses dan keluar dari hal (proses) tersebut dengan merasa puas. Pelaku memahami bagaimana tindakan mereka telah mempengaruhi orang lain dan bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Hasilnya dapat membantu memperbaiki kerugian yang terjadi dan mengatasi alasan terjadinya pelanggaran.

“Korban dan pelaku sama-sama merasakan ‘pengakhiran’ (masalah) dan keduanya diintegrasikan kembali ke masyarakat,” urai Andrea.

Tags:

Berita Terkait