3 Sebab MK Tolak Permohonan Sengketa Pilpres 2024
Melek Pemilu 2024

3 Sebab MK Tolak Permohonan Sengketa Pilpres 2024

Mulai dari hukum acara, paradigma hakim, dan permintaan pemohon terlalu tinggi (high call).

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Berbeda dengan 3 hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan tersebut, yang menjelaskan kenapa dirinya menggunakan pendekatan judicial activism. Dalam pendapat berbeda itu tercantum alasan hakim yang bersangkutan. Penjelasan dalam menggunakan pendekatan itu diperlukan untuk menjelaskan putusan misalnya terkait dengan dalil pemohon tentang bantuan sosial (Bansos) dan cawe-cawe Presiden Jokowi.

Terkait dalil itu 5 hakim konstitusi mengatakan bukan berarti tidak ada pelanggaran. Ada pelanggaran terkait prinsip moralitas, tapi sayangnya hal itu dinilai belum terlembagakan sehingga absen tolok ukur dan tidak ada aturan tertulisnya. Tapi pendekatan formalistik itu tidak dijelaskan dalam putusan. Sementara 3 hakim yang menyatakan pendapat berbeda melakukan ‘lompatan progresif’ dalam melakukan penafsiran.

Misalnya menyebut untuk membuktikan bansos menguntungkan salah satu pasangan calon tidak perlu pembuktian formil. Umumnya terjadi di negara lain ketika ada peningkatan penyaluran bansos jelang pemilu dapat diartikan sebagai strategi politik gentong babi (pork barrel) untuk mendapat insentif elektoral.

Ketiga, hakim MK tidak bisa lepas dari kepentingan politik dan permintaan pemohon terlalu tinggi (high call). Ada kelompok hakim yang mau melakukan perbaikan (judicial heroes), terafiliasi politik, dan posisi mengambang. Ketika berhadapan dengan kepentingan politik hakim konstitusi cenderung tidak bisa menghasilkan putusan yang ideal. Jadi hakim konstitusi pada masing-masing posisi itu saling mempengaruhi, ketika berhasil maka bertemu di titik tengah.

Dalam perkara PHPU Pilpres 2024 Zainal menilai permohonan pemohon terlalu tinggi yakni mendiskualifikasi Prabowo-Gibran atau hanya Gibran saja kemudian pemungutan suara ulang (PSU). Padahal nyaris mustahil meminta MK untuk mengabulkan dalil tersebut. Sebab dalam perkara pengujian UU Pemilu MK tidak mau membatalkan atau mengoreksi putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Bakal lebih sulit bagi MK untuk mengoreksi putusan tersebut dalam perkara PHPU.

“Bagaimana MK mau benahi itu bukan melalui pengujian UU tapi PHPU,” imbuhnya.

Menurut Zainal, pendapat berbeda 3 hakim konstitusi adalah upaya untuk mencari titik tengah putusan. Yakni mereka menolak mendiskualifikasi Gibran, tapi memerintahkan PSU di beberapa wilayah yang ditengarai ada cawe-cawe Presiden melalui bansos dan ketidaknetralan aparat pemerintah. Tapi akhirnya 5 hakim konstitusi menolak bergeser ke tengah.

Gagal menjaga konstitusi

Terpisah, Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan putusan itu bukti nyata MK gagal sebagai penjaga kedaulatan rakyat dan konstitusi. “Putusan akhir MK terkait PHPU Pilpres Tahun 2024 yang tidak menemukan adanya fakta hukum kecurangan pemilu 2024 adalah bukti nyata kegagalan MK sebagai penjaga kedaulatan rakyat dan konstitusi,” kata Isnur dikonfirmasi, Rabu (24/04/2024).

Tags:

Berita Terkait