Warga Binaan Pemasyarakatan Diusulkan Masuk Kelompok Prioritas Vaksinasi
Berita

Warga Binaan Pemasyarakatan Diusulkan Masuk Kelompok Prioritas Vaksinasi

Petugas pelayanan pemasyarakatan maupun WBP sangat berisiko tinggi terinfeksi dan menularkan Covid-19.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

Menurut Dio, baik petugas pelayanan pemasyarakatan maupun WBP sangat berisiko tinggi terinfeksi dan menularkan Covid-19 kepada komunitas dan populasi yang lebih umum. Kondisi rutan/lapas saat ini yang diketahui masih mengalami overcrowding dengan tingkat beban mencapai 185% jelas tidak dapat melakukan physical distancing/jaga jarak secara efektif. (Baca: Advokat Gugat Raffi Ahmad Lantaran Langgar Protokol Kesehatan)

Dio menyebutkan bahwa berdasarkan panduan WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), telah disebutkan bahwa populasi pada fasilitas penahanan juga masuk ke dalam rioritas pertama untuk vaksin. Meskipun pemerintah telah merespon dengan membentuk kebijakan Permenkumham No. 10 tahun 2020 tentang tentang Syarat Pemberian Asimilasi Dan Hak Integrasi Bagi Narapidana Dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, yang berhasil mengeluarkan lebih dari 38 ribu penghuni rutan dan lapas per Mei 2020, namun upaya ini belum cukup mencegah pernyebaran covid-19 di Rutan dan Lapas. 

Hal ini ditandai juga dengan terjadinya infeksi Covid-19 di Rutan dan Lapas di Indonesia. Berdasarkan pemantauan media yang dilakukan ICJR, IJRS dan LeiP pada 17 September 2020, terdapat 184 orang WBP dan 31 orang petugas terinfeksi covid-19 pada 11 UPT Pemasyarakatan di Indonesia. Hal ini menurut Dio menjadi salah satu penyebab mutlak, pemasyarakatan dengan setting tertutup ini harus menjadi prioritas vaksin. 

Dio juga mengingatkan agar Kementerian Hukum dan HAM untuk kembali melakukan upaya untuk mengurangi overcrowding, sebagaimana yang pernah dilakukan sebelumnya. Merujuk pada kondisi kerentanan dari WHO dan UNODC, Indikator untuk asimilasi dan pembebasan bersyarat lanjutan dapat ditujukan untuk WBP dengan basis kerentanan penularan covid-19. 

“Seperti WBP yang berusia di atas 65 tahun, WBP yang memiliki penyakit bawaan seperti jantung, gagal ginjal atau liver, WBP yang memiliki obesitas, perempuan yang hamil maupun perempuan yang membawa bayi serta anak-anak,” terang Dio. 

Selain itu, WBP tindak pidana non-kekerasan dan pengguna serta pecandu narkotika yang memiliki resiko keamanan yang rendah juga patut dipertimbangkan guna mengoptimalkan upaya pencegahan penularan Covid-19 di rutan/lapas. Berdasarkan data Ditjenpas, Desember 2020, terdapat 34.518 orang WBP pengguna narkotika di dalam rutan/lapas. Assement untuk asimilasi di rumah atau pembebasan bersyarat kepada kelompok ini dapat dilakukan. 

Dio mengingatkan agar pemerintah membuat rencana distribusi vaksin dan implementasi yang dikembangkan khusus untuk sistem pemasyarakatan, serta melibatkan ahli kesehatan pemasyarakatan dalam Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional. Selain itu, Presiden kepada jajarannya dalam penegakan hukum juga harus kembali mengingatkan secara keras kepada aparat penegak hukum terkait penggunaan penahanan yang masif dalam kasus dan kondisi yang tidak terlalu dibutuhkan seperti dalam kasus yang tidak berhubungan dengan kekerasan maupun menyangkut ekspresi dan pendapat saja. 

“Sudah saatnya sistem peradilan pidana di Indonesia mengoptimalisasi alternatif penahanan non rutan, ataupun bentuk pengawasan lain misalnya jaminan, dan Mahkamah Agung kepada jajaran hakim mengoptimalkan penggunaan alternatif pemidanaan non pemenjaraan,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait