UU Keimigrasian, Angin Segar dari Senayan
Kolom

UU Keimigrasian, Angin Segar dari Senayan

Perubahan positif dalam UU Keimigrasian bukan merupakan inisiatif Pemerintah, melainkan hasil sebuah proses politik.

Bacaan 2 Menit

 

Secara umum keempat tuntutan di atas diakomodir di dalam undang-undang yang baru selesai dibahas oleh DPR dengan Pemerintah. Seperti sudah disebutkan juga di awal tulisan ini, pada akhirnya menjadi angin segar dari Senayan. Hal ini melahirkan harapan baru atas membaiknya kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia ditinjau dari sisi kemanusian. Meskipun demikian, dilihat dari asal-usulnya, fenomena UU Keimigrasian ini tetap perlu ditanggapi secara kritis.

 

Betul, bahwa telah terjadi perubahan positif atas kebijakan tersebut, setidaknya terkait hak dan kedudukan anggota keluarga perkawinan campuran. Tetapi perlu digarisbawahi, perubahan tersebut bukan merupakan inisiatif Pemerintah yang tertuang dalam naskah yang pertama kali diajukannya kepada DPR, melainkan hasil sebuah proses politik. Selain  diuntungkan oleh kebijakan lain yang menindaklanjuti Bali Process, perbaikan nasib keluarga perkawinan campuran pada akhirnya terwujud akibat lobi para pemangku kepentingan terkait, serta dukungan politik di DPR. Anggota-anggota DPR yang membahas RUU tersebut, dengan lantang menyuarakan aspirasi keluarga perkawinan campuran, serta memastikan terjadinya perubahan kebijakan.

 

Bagi para pelaku perkawinan campuran, kenyataan ini kemudian memicu pertanyaan-pertanyaan lanjutan, seperti soal kepastian pembuatan peraturan pelaksana, maupun pelaksanaan kebijakan itu nantinya. Tetapi, apabila pada akhirnya Pemerintah sendiri telah menyetujui dan bahkan membanggakan kebijakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan itu, semestinya tak ada lagi alasan untuk menghambat pelaksanaannya di kemudian hari, bukan?

 

* Peneliti lepas Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)

Tags: