Tiga Partai Persoalkan Rekomendasi PSU di Malaysia
Berita

Tiga Partai Persoalkan Rekomendasi PSU di Malaysia

Meminta Mahkamah menyatakan surat suara pemungutan ulang yang dikirim melalui pos dan diterima PPLN Kuala Lumpur sebelum 15 Mei dan 16 Mei 2019 dinilai tidak sah dan tidak dihitung.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK Jakarta. Foto: RES
Gedung MK Jakarta. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif 2019 untuk 9 provinsi dengan jumlah total 64 perkara, pada Rabu (10/7/2019). Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini memberi kesempatan kepada para Pemohon dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Banten, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

 

Pemeriksaan perkara dilakukan oleh tiga panel majelis hakim yang masing-masing terdiri atas tiga orang hakim konstitusi. Panel pertama terdiri dari Anwar Usman selaku ketua, dengan anggota Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat. Panel II diketuai oleh Aswanto, dengan anggota Saldi Isra dan Manahan M.P. Sitompul. Sementara Panel III diketuai oleh I Dewa Gede Palguna dengan anggota Suhartoyo dan Wahiduddin Adams. Baca Juga: Calon Anggota DPD Maluku Utara Minta Hitung Suara Ulang

 

Saat sidang untuk provinsi DKI Jakarta II, khususnya untuk hasil perolehan suara oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Malaysia, tiga partai peserta Pemilu Legislatif 2019 mempersoalkan rekomendasi Bawaslu. Mereka adalah Partai Nasdem, Gerindra, dan PKB beramai-ramai mempersoalkan rekomendasi Bawaslu tentang surat suara pemungutan suara ulang (PSU) yang dikirim melalui pos yang diterima PPLN Kuala Lumpur setelah 15 Mei 2019 dianggap tidak sah dan tidak dihitung.

 

Kuasa Hukum Partai Nasdem Taufik Basari dalam sidang pemeriksaan pendahuluan mengatakan terdapat perbedaan perolehan suara untuk 16 partai peserta pemilu karena KPU menjalankan rekomendasi Bawaslu itu. "Terjadi penghilangan perolehan suara partai-partai politik, termasuk pemohon, dari wilayah pemilihan luar negeri Malaysia," ujar Taufik dalam sidang Panel I yang dipimpin Anwar Usman di ruang sidang MK, Rabu (10/7/2019).

 

Ia mendalilkan Bawaslu keliru menafsirkan surat KPU RI No. 819/PL.02.6SD/01/KPU.5/2019 tertanggal 12 Mei 2019 untuk tenggang waktu penerimaan surat suara PSU di Malaysia. Sementara itu, kuasa hukum PKB Radian Syam pun mendalilkan keberatan atas pelanggaran etik penyelenggara pemilu baik KPU RI maupun Bawaslu yang menyebabkan kerugian terhadap PKB.

 

Dalam petitum, Radian meminta Mahkamah menyatakan surat suara pemungutan ulang yang dikirim melalui pos dan diterima PPLN Kuala Lumpur sebelum 15 Mei dan 16 Mei 2019 dinilai tidak sah dan tidak dihitung. "Gugatannya sama dengan Pak Taufik tadi ya," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.

 

Selain dua partai tersebut, Partai Gerindra yang diwakili kuasa hukum Maulana Bungaran pun mengajukan dalil yang sama tentang keberatannya untuk jumlah suara di Malaysia. "Pembatalan suara Nasdem oleh PPLN Kuala Lumpur oleh karena ketidakwajaran, menjadi logika yang sama dengan suara luar negeri lainnya," kata dia.

 

Atas pertimbangan itu, ia mendalilkan suara luar negeri tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga suara untuk daerah pemilihan Jakarta II hanya dari Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Arief mengatakan permohonan tersebut sama dengan gugatan Nasdem. Hanya saja, Nasdem menyertakan bukti untuk perolehan suara yang didalilkan, sementara Gerindra tidak.

 

Kritik Permohonan 3 Parpol

Dalam sidang pendahuluan lain, Panel III yang dipimpin Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna beranggotakan Suhartoyo dan Wahiddudin mengkritik permohonan tiga partai politik yakni Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Suhartoyo mengaku bingung dengan permohonan Partai Garuda karena isi permohonan yang dibacakan saat sidang berbeda dengan berkas yang dipegang oleh panel hakim berbeda. Adapun caleg pemohon dan dapil yang dipermasalahkan antara berkas yang dibacakan dengan berkas yang dipegang oleh hakim MK berbeda.

 

"Jadi yang dipegang MK adalah permohonan tertanggal 5 Juli 2019. Jika di luar itu, MK tidak mengakui," ujar Suhartoyo,

 

Suhartoyo memperingatkan pemohon untuk memperhatikan batas waktu permohonan. Sebab, jika sudah melewati tenggat waktu (3 hari) sejak penetapan perolehan suara oleh KPU) akan dikesampingkan mengingat tenggat waktu  merupakan syarat formil untuk mengajukan permohonan.

 

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams juga mempertanyakan model permohonan yang diajukan Partai Berkarya, apakah atas nama partai politik (parpol) atau perseorangan. "Mohon setelah ini diperbaiki. Batasnya sampai sebelum pemeriksaan persidangan. Kalau melampaui itu tidak bisa," ujar Wahiduddin.

 

Sedangkan Hakim Konstitusi Suhartoyo mengkritisi permohonan Partai Hanura karena banyak kesalahan penulisan. "Pemohon mengaku sebagai pemohon perseorangan, namun yang terbaca kenapa seperti sengketa antarparpol?” tanya Suhartoyo.

 

Permohonan Partai Hanura ini mempermasalahkan perolehan suara Dapil 4 Halmahera Selatan. Mereka meminta Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kecamatan Obi Timor, Kecamatan Obi Selatan, dan Kecamatan Obi Mayor.

Tags:

Berita Terkait