Tak Cukup Perpres, Beneficial Ownership Perlu Diatur Undang-undang
Berita

Tak Cukup Perpres, Beneficial Ownership Perlu Diatur Undang-undang

Beneficial Ownership harus dilihat sebagai sesuatu yang harus dikejar, bukan sesuatu yang ditunggu untuk dilaporkan.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

“BO harus kita lihat sebagai sesuatu yang harus kita kejar, bukan sesuatu yang kita tunggu untuk dilaporkan,” tegas Deni. 

Problem saat ini menurut Deni, tanggung jawab untuk mengenali penerima manfaat dari suatu korporasi berada di pundak penyedia jasa keuangan. Dalam praktiknya, perbankan saat melayani pembukaan rekening menerapkan prinsip know your costumer

“Anda akan ditanya apakah anda adalah BO atau hanya orang yang sekadar bertindak untuk dan atas nama BO,” terang Deni. 

Deni menilai infrastruktur yang saat ini dimiliki Indonesia dalam mendata BO belum terlalu baik. Menurut Deni, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM hingga saat ini masih melakukan pengembangan. Ke depan ia menilai perlu terdapat fitur verifikasi dalam sistem pendaftaran badan hukum di Dirjen AHU. 

Tujuannya adalah untuk mengetahui data yang dimasukan akurat. Selain itu, menurut Deni, data yang dimiliki pemerintah saat ini tersebar di instansi-instansi, sehingga data tersebut bisa diintegrasikan kemudian dipergunakan untuk validasi dan verifikasi data BO.

Soal ini, Deni mengungkap kendala yang dihadapi oleh industri penyedia jasa keuangan selama bertahun-tahun. Industri berharap pemerintah membagi daftar politicaly exposed person (PEP) atau daftar para penyelenggara negara. 

Menurut Deni, kategori kelompok ini adalah salah satu tipe nasabah yang berisiko tinggi dan industri wajib melakukan pemantauan. “Masalah kita adalah daftar itu tidak pernah di-share untuk industri,” ungkap Deni.  

Tags:

Berita Terkait