Siapa Berhak Menetapkan Kerugian Negara di Kasus Tipikor? Ini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Siapa Berhak Menetapkan Kerugian Negara di Kasus Tipikor? Ini Penjelasan Hukumnya

Pada dasarnya terdapat tiga lembaga yang boleh menghitung dan menetapkan adanya kerugian negara dalam kasus tipikor. Siapa saja?

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP merupakan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Pasal 48 ayat (2) huruf a mengatur, aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui audit.

Ada dua jenis audit yang diatur dalam Pasal 50 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2008, salah satunya audit dengan tujuan tertentu. Penjelasan Pasal 50 ayat (3) menyebutkan bahwa audit dengan tujuan tertentu, antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan.

Selain itu, Pasal 49 ayat (2) huruf c PP No. 60 Tahun 2008 mengatur, BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi: kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf e Perpres No. 192 Tahun 2014, fungsi BPKP antara lain melakukan audit investigatif terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi.

Terkait hal ini, Kepala BPKP pun telah menerbitkan pedoman teknis melalui Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1314/K/D6/2012 tentang Pedoman Penugasan Bidang Investigasi yang isinya: 1. Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara adalah Audit dengan tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian keuangan Negara yang timbul dari suatu kasus penyimpangan dan digunakan untuk mendukung tindakan litigasi;

2. Hasil Audit dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara berupa pendapat auditor BPKP tentang jumlah kerugian keuangan negara merupakan pendapat keahlian profesional auditor, yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN); 3. Sebagai hasil dari pendapat ahli, LHPKKN ditandatangani oleh Tim Audit dan Pimpinan Unit Kerja sebagai Ahli (tanpa kop surat dan cap unit kerja); 4. LHPKKN disampaikan kepada pimpinan Instansi Penyidik yang meminta, dilakukan dengan surat pengantar (SP) berkode SR (Surat Rahasia) yang ditandatangani oleh unit kerja.

Namun rupanya kewenangan siapa yang berhak menetapkan ada tidaknya kerugian negara ini sempat menjadi polemik dalam proses pembuktian di sidang tipikor. Untuk menjawab polemik ini, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.

Tags:

Berita Terkait