Sekolah Ditutup, Orang Tua Murid Menggugat
Utama

Sekolah Ditutup, Orang Tua Murid Menggugat

Lantaran tidak kondusif, SD Perwara Kemayoran ditutup. Lima orang tua murid ajukan gugatan ke Yayasan Perwara selaku pendiri sekolah.

Mon
Bacaan 2 Menit
Sekolah Ditutup, Orang Tua Murid Menggugat
Hukumonline

 

Menurut kuasa hukum penggugat, Hermawanto, fungsi pendidikan yang diemban yayasan seharusnya dipertahankan. Sebab penutupan sekolah merugikan orang tua murid. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan disebutkan, yayasan adalah badan hukum yang didirikan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

 

Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Yayasan Perwara menentukan yayasan didirikan untuk melaksanakan pembangunan dibidang pendidikan. Antara lain dengan mendirikan Taman Kanak-kanak, SD, SMP dan SMA serta pendidikan lain dalam bentuk kursus.

 

Lantaran menabrak aturan UU Yayasan serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, para tergugat dinilai melakukan perbuatan melawan hukum. Penggugat menuntut agar SD Perwara diaktifkan kembali. Para tergugat diminta membuat sistem pengajaran dan manajemen sekolah yang berkualitas.

 

Selain itu, lima penggugat masing-masing menuntut ganti rugi biaya administrasi perpindahan sekitar Rp1-Rp2 juta. Penggugat juga menuntut biaya transportasi pencarian sekolah baru masing-masing Rp100 ribu. Lalu penggantian biaya seragam dan buku sekolah sekitar Rp600-Rp750 ribu. Sedang kerugian immateriil dituntut sebesar Rp5 miliar.

 

Saat ditemui usai bersidang, kuasa hukum para tergugat Taufik Hidayat menyatakan belum bisa memberikan komentar terhadap gugatan tersebut. Terlalu prematur, kan masih ada mediasi, ujarnya.

Belum genap setahun mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) Perwara, Dimas Ashar Muhammad, harus rela angkat kaki dari sekolah. Bukan karena tidak mampu, tapi karena sekolahnya terpaksa ditutup lantaran kondisi bangunan sekolah rusak parah dan tidak terawat. Ibunya, Heni Dewayani, terpaksa memindahkan Dimas ke sekolah lain. Padahal ia sudah mengeluarkan biaya agar anaknya bisa bersekolah di SD Perwira. Biaya masuknya tidak seberapa, tapi kita sudah mengeluarkan biaya untuk seragam dan buku, ujarnya saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (18/11).

 

Heni bersama empat orang tua murid lainnya mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas penutupan sekolah. Pasalnya, ketika sekolah ditutup pihak sekolah tidak memberi kepastian kelangsungan pendidikan anak mereka. Melalui kuasa hukumnya dari LBH Jakarta, Heni cs menggugat Yayasan Perwara, Komite Sekolah Perwara dan Kepala SD Perwara Lumian Munthe, masing-masing selaku  Tergugat I, II dan III. Turut pula digugat Direktur Utama Angkasa Pura I.

 

Persidangan perdana perkara ini dipimpin oleh hakim Teguh Hariyanto yang beranggotakan Mardiyanto dan Edward Patinasarani. Persidangan perkara ini akan diteruskan ke tangan mediator Moefri. Ketua majelis memberikan waktu hingga 30 Desember bagi para pihak untuk mediasi.

 

Dalam gugatan disebutkan, sejak tahun 2000, Yayasan Perwara selaku pendiri sekolah tidak pernah melakukan perbaikan atau perawatan gedung sekolah. Tahun 2003, atap sekolah yang berdiri sejak 1972 itu roboh. Atap kemudian diganti dengan asbes ala kadarnya. Sedang kaso genteng yang tersisa hanya ditahan dengan kawat. Meski, kondisi tak layak, SD Perwara terus hidup. Tahun 2008 adalah tahun kematian sekolah tersebut. Pasalnya Surat Izin Operasional SD Perwara tidak diperpanjang.

 

Dengan tidak melakukan perbaikan dan perawatan, para tergugat dinilai tidak beritikad baik untuk mempertahankan sekolah dan melanjutkan kegiatan pendidikan. Padahal, semula yayasan yang digagas oleh para istri karyawan Angkasa Pura itu didirikan untuk membantu pendidikan karyawan dan masyarakat sekitar sekolah di daerah Kemayoran.

Tags: