Saldi Isra Sampaikan Pentingnya Pilar Agama dalam Kehidupan Bernegara
ICCIS 2021

Saldi Isra Sampaikan Pentingnya Pilar Agama dalam Kehidupan Bernegara

MK mengisyaratkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memungkinkan adanya hubungan timbal balik antara negara dan agama.

Aida Mardatillah
Bacaan 5 Menit

Sila pertama Pancasila pengakuan religiusitas

Dalam kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih sebagai penceramah kunci dalam paparan berjudul “The Role of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia in the Protection of Freedom of Religion”, menuturkan perlindungan kebebasan beragama di Indonesia dijamin dalam UUD 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945, dituliskan Pancasila sebagai ideologi negara dengan sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

“Sila inilah kemudian yang menjadi dasar utama pengakuan religiusitas dalam sistem negara Indonesia. Selanjutnya, hal ini dituangkan dalam berbagai pengaturan hukum, khususnya dalam pembuatan undang-undang dan aktivitas politik di Indonesia,” kata Enny Nurbaningsih.

Enny menerangkan sejak kemerdekaan Indonesia, UUD 1945 telah melindungi kebebasan beragama di Indonesia dan berlanjut pada masa pemerintahan Orde Baru di 1998, hingga amendemen UUD 1945 sebanyak empat kali pada periode 1999-2002. Pada amendemen UUD 1945 ini, konstitusi Indonesia ini menandakan komitmen kuat memberi perlindungan kebebasan beragama dengan mencantumkannya pada bab tentang hak asasi manusia (HAM).

Ketentuan konstitusional pokok tentang kebebasan beragama juga diatur secara normatif dalam Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945. Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD Tahun 1945 memuat pengakuan atas hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap orang. Sedangkan Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945 memuat penegasan atas peran yang harus dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintah untuk menjamin setiap warga negara agar merdeka dalam memeluk agama.

“Ketentuan konstitusional tersebut berdampak signifikan terhadap perkembangan demokrasi konstitusional di Indonesia hingga saat ini. Namun, ketentuan konstitusional ini dianggap tidak cukup untuk melindungi hak-hak dasar warga negara. Untuk itu, Indonesia juga memberlakukan beberapa undang-undang terkait perlindungan kebebasan beragama,” tegas Enny.

Hubungan timbal balik

Enny melanjutkan sejak 2003 MK RI juga telah memutuskan kasus-kasus terkait kebebasan beragama. Dalam perannya, MK memilih mengambil langkah aktif memberi keleluasaan yang seluas-luasnya bagi perlindungan kebebasan beragama di Indonesia. Sebagai contoh, Enny menguraikan sebuah pengujian UU No.24 Tahun 2013 tentang Hukum Administrasi Kependudukan yang diputuskan MK pada 2017. 

Berdasarkan perkara ini, MK membuka jalan bagi penganut kepercayaan asli Indonesia untuk diakui secara resmi oleh pemerintah (dalam kolom e-KTP). Singkat cerita atas berbagai perkara tentang kebebasan beragama ini, MK mengisyaratkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memungkinkan adanya hubungan timbal balik antara negara dan agama. Memungkinkan bagi negara untuk mengatur kegiatan umat beragama. Pada saat yang sama agama-agama yang diakui oleh negara akan memiliki kesempatan mempengaruhi kebijakan negara.

“Dalam hal ini MK RI perlu meningkatkan perannya dalam menjamin kebebasan beragama, khususnya dalam melindungi kebebasan beragama. Sebab, peradilan yang independen seperti MK RI sangat diperlukan untuk menjadikan konstitusionalisme berjalan dengan sebaik-baiknya,” jelas Enny.

Dia berharap dalam kegiatan simposium internasional dapat dijadikan sarana dan wadah lebih memahami isu-isu yang berkaitan dengan pengakuan dan penegakan kebebasan beragama untuk pengembangan demokrasi konstitusional dan perlindungan hak-hak konstitusional di Indonesia dan dunia. “Dengan diskusi dan ajang bertukar pikiran dalam forum ini dapat ditemukan cara-cara efektif memecahkan tantangan modern terkait kebebasan beragama.”

Untuk diketahui, acara ini berlangsung selama dua hari yakni Rabu–Kamis (15–16/9/2021) berlangsung secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya MK RI telah menyelenggarakan tiga kali simposium internasional serupa yakni ICCIS 2017 di Solo; ICCIS 2018 di Yogyakarta; dan ICCIS 2019 di Bali. Karena pandemi Covid-19, ICCIS ke-4 diadakan secara daring dan luring. ICCIS adalah forum akademik global tahunan untuk diskusi gagasan dalam hukum tata negara. Fokus tahun ini isu tentang agama dalam konteks perlindungan hak konstitusional warga negara.

Tags:

Berita Terkait