Respon Positif atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Batalkan Penundaan Pemilu
Terbaru

Respon Positif atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Batalkan Penundaan Pemilu

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta meluruskan kembali sistem keadilan pemilu dan mencegah terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Wakil Ketua bidang Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi (Kedua dari kiri). Foto DAN
Wakil Ketua bidang Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi (Kedua dari kiri). Foto DAN

Berbagai pihak menyambut baik putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bernomor 230/PDT/2023/PT DKI yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta pusat No.757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Putusan tersebut memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat yang telah melaksanakan sejumlah tahapan pemilu 2024.

Wakil Ketua bidang Internal Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Pramono Ubaid Tanthowi, mengapresiasi putusan PT DKI Jakarta.  Setidaknya ada 2 hal yang menjadi sorotan Ubaid. Pertama, putusan tersebut tersebut meluruskan kembali sistem keadilan pemilu (electoral justice system). Kedua, mencegah terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara.

“Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengoreksi Putusan PN Jakarta Pusat dengan menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan absolut untuk menangani sengketa parpol calon peserta Pemilu dengan KPU yang masuk kategori sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilu,” kata Pramono, Rabu (12/04/2023) kemarin.

Baca juga:

Bagi Pramono, putusan banding itu telah mengembalikan sistem keadilan pemilu ke jalur yang benar sesuai UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sebelumnya sempat dikesampingkan PN Jakarta Pusat melalui putusan yang melampaui kewenangan. Menurutnya pengadilan negeri tidak berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilu karena itu menjadi kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menganulir penundaan pemilu menurut Pramono dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara. Sesuai pasal 22E ayat (1) UUD 1945 terkait konstitusi hak warga negara bukan hanya menggunakan hak suara dalam pemilu yang  langsuung, umum, bebas, rahasia (Luber) dan jujur dan adil (Jurdil), namun juga secara periodik, yakni setiap lima tahun sekali.

Komisioner KPU RI periode 2017-2022 itu berpendapat, jika putusan PN Jakarta Pusat itu tidak dikoreksi, sehingga terjadi penundaan pemilu 2024, negara berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu setiap lima tahun sekali. Komnas HAM menilai pemilu 2024 merupakan momentum politik penting untuk menjaga keberlanjutan demokrasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait