PSHK: Putusan MK Gagal Membuat KPK Bangkit
Terbaru

PSHK: Putusan MK Gagal Membuat KPK Bangkit

PSHK menganggap putusan MK ihwal pengujian formil dan materil UU KPK adalah putusan yang tidak memiliki kadar konstitusionalitas dan gagal menyelamatkan KPK dari keterpurukan yang semakin jauh.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Kelima, Hakim keliru saat menyalahkan pemohon yang tidak bisa menghadirkan bukti rekaman video persidangan untuk membuktikan bahwa paripurna DPR tidak kuorum saat pengambilan keputusan revisi UU KPK. Hal ini sangat kontradiktif, mengingat di satu sisi Hakim mengamini bahwa kehadiran fisik saat paripurna sangat dibutuhkan dan juga menyadari bahwa paripurna tidak kuorum secara fisik.

“Di sisi lain Hakim justru tidak menggunakan haknya untuk memaksa DPR menghadirkan bukti rekaman video ke persidangan,” kritiknya.

Sementara dari aspek pengujian materil, PSHK pun memberi catatan minus. PSHK menghargai pembatalan dan pemberian tafsir beberapa pasal dalam revisi UU KPK, tapi sifatnya minor dibanding besarnya dampak revisi UU KPK terhadap pelemahan KPK secara keseluruhan.  

Misalnya, MK mendefinisikan ulang pengertian KPK dalam ketentuan umum, Pasal 1 angka 3 UU KPK. Dewan Pengawas (Dewas) posisinya tidak hierarkis dengan komisioner dan tidak melaksanakan tugas pro justitia, sehingga KPK tidak perlu izin melainkan cukup pemberitahuan; dan jangka waktu penerbitan SP3 terhitung sejak diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan jika ada bukti baru SP3 bisa dicabut.

PSHK menilai putusan MK yang menyatakan Pasal 1 angka 3 UU KPK inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “KPK sebagai lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang dalam melaksanakan tugas pemberantasan tipikor bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun” adalah penafsiran yang kontradiktif dengan cita-cita hadirnya KPK. (Baca Juga: MK Batalkan Kewenangan Dewas KPK Terkait Izin Penyadapan, Penggeledehan, Penyitaan)

“Putusan MK yang menyatakan Dewas bukan penegak hukum, tidak melaksanakan tugas pro justitia, sehingga tindakan KPK seperti penyadapan, penggeledahan dan penyitaan tidak perlu izin Dewas, tapi cukup pemberitahuan memang sekilas baik bila dibandingkan norma yang ada di UU KPK. Namun, seharusnya MK mengambil sikap tegas seperti menyatakan inkonstitusinal keberadaan Dewas dan mengembalikan konsep pengawasan KPK seperti sediakala tanpa Dewas,” kata Fajri.

Selain itu, putusan MK yang menyebut SP3 bisa dikeluarkan terhitung sejak dikeluarkannya SPDP telah membuat syarat penerbitan SP3 menjadi justru lebih longgar daripada syarat yang diatur KUHAP. Putusan MK menyebut bahwa SP3 yang dikeluarkan KPK bisa dibatalkan jika mendapat bukti baru memang angin segar di tengah polemik SP3 yang dikeluarkan baru-baru ini di kasus BLBI dan tentunya untuk kasus-kasus ke depannya.

Akan tetapi, MK seharusnya membatalkan kewenangan KPK mengeluarkan SP3 sebagai bentuk kekhususan KPK dibanding penegak hukum lainnya. “Atas dasar itu, PSHK menganggap putusan MK ihwal pengujian formil dan materil UU KPK adalah putusan yang tidak memiliki kadar konstitusionalitas dan gagal menyelamatkan KPK dari keterpurukan yang semakin jauh,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait