Prof Shidarta: Filsafat Hukum Makin Krusial untuk Era Peradaban Teknologi Informasi
Terbaru

Prof Shidarta: Filsafat Hukum Makin Krusial untuk Era Peradaban Teknologi Informasi

Peran filsafat hukum semakin penting untuk memecahkan segunung fenomena hukum baru di era peradaban teknologi informasi. Perlu banyak definisi ulang atas konsep, asas, dan norma hukum. Tujuannya demi menjaga relevansi, aktualitas, dan kontekstualitas dari kinerja ilmu hukum dalam peradaban teknologi informasi. Kolaborasi ilmu hukum dengan ilmu-ilmu lain juga perlu ditata ulang.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit
Prof Shidarta menyampaikan orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat Hukum pada Universitas Bina Nusantara, Rabu (26/10)/2022). Foto: NEE
Prof Shidarta menyampaikan orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat Hukum pada Universitas Bina Nusantara, Rabu (26/10)/2022). Foto: NEE

Seorang psikoterapis perempuan bernama Nina Jane Patel mengaku “alami” perkosaan pada akhir tahun 2021 lalu. Persoalannya, perkosaan itu terjadi pada avatar dirinya di ruang virtual reality milik Facebook/Meta. Nina mengatakan dirinya merasa sangat terguncang karena avatar dirinya diperkosa komplotan avatar laki-laki di dunia maya. Apakah peristiwa yang dialami avatar dalam kasus itu masuk dalam jangkauan hukum? Pertanyaan ini diajukan Shidarta secara serius.

“Hukum memang selalu terjebak dalam jargon ‘berjalan terseok-seok di belakang kenyataan’ (het recht hinkt achter de feiten aan),” kata Shidarta dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Filsafat Hukum pada Universitas Bina Nusantara, Rabu (26/10/2022) kemarin. Shidarta memberi judul orasinya "Multisentrisme Humaniora Digital: Filsafat Hukum Masa Depan dan Masa Depan Filsafat Hukum".

Baca Juga:

Shidarta bisa memahami asumsi yang mengatakan bahwa Nina Jane Patel mengalami hiperealitas (hyperreality). Konsep ini menggambarkan keadaan manusia yang kehilangan kemampuan membedakan antara kenyataan dan fantasi (simulation). Apa yang dialami avatar Nina bukan perkosaan sungguhan terhadap tubuhnya sebagai peristiwa hukum. Namun, Sidharta melihat dari sudut pandang filsafat hukum. Ruang virtual atau situs dalam jaringan teknologi informasi adalah juga ruang tempat peristiwa hukum bisa terjadi seperti di ruang nyata. Perkosaan yang dialami oleh avatar Nina di ruang virtual harusnya tetap bisa dijangkau hukum.

“Hal ini pertama-tama karena banyak konsep, asas, dan norma hukum yang perlu untuk diredefinisi demi menjaga relevansi, aktualitas, dan kontekstualitas dari kinerja ilmu hukum tersebut. Atas dasar itu, kolaborasi ilmu hukum dengan ilmu-ilmu lain juga perlu ditata ulang,” kata Shidarta memberi penegasan.

Menurutnya, peran filsafat hukum semakin penting untuk memecahkan segunung fenomena hukum baru di era peradaban teknologi informasi. Shidarta memulai dari kenyataan bahwa fokus wacana (sentrisme) dalam kehidupan berhukum masyarakat era teknologi informasi akan terus bertambah banyak. Filsafat hukum makin dibutuhkan untuk menjadikan hukum relevan terhadap dinamika masyarakat era teknologi informasi yang jauh lebih cepat.

Menggunakan istilah "humaniora digital" untuk merujuk fenomena kemanusiaan dalam peradaban teknologi informasi. Multisentrisme merujuk pada fokus wacana (sentrisme) yang kompleks. Dari sudut pandang disiplin hukum, terjadi interaksi manusia yang makin kompleks dengan teks-teks hukum dengan pengaruh kemajuan teknologi informasi. Sidharta meyakini filsafat hukum berperan krusial memandu hukum yang bisa mengimbangi kemajuan peradaban teknologi informasi. Pada saat yang sama, hukum-hukum baru yang dihasilkan juga mampu memanusiawikan manusia.

Tags:

Berita Terkait