Prioritas Rekonstruksi Hukum Nasional
Tajuk

Prioritas Rekonstruksi Hukum Nasional

Perdebatan tak kunjung habis teori-teori sosial tentang peran hukum dalam perubahan masyarakat tidak seharusnya menghasilkan keraguan tentang keharusan melakukan perubahan mendasar atas sistem hukum dan pranata hukum untuk mengatur dan menunjang kehidupan masyarakat modern yang harus demokratis, transparan, dan berkeadilan. Karenanya, tidak menjadi penting benar apakah hukum yang mengatur perubahan masyarakat sebagaimana diteorikan oleh Roscoe Pond, atau hukum mengikuti dengan rajin dari belakang perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

Bacaan 2 Menit

Dalam kaitannya dengan rekonstruksi hukum, telah dibentuk antara lain Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), dan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPK) untuk menyongsong pembentukan  Komisi Anti Korupsi yang diharuskan oleh Undang-undang Anti Korupsi. Namun, banyak prioritas penting tidak disentuh. Akhirnya, pemerintah yang menjanjikan tumbuhnya proses demokratisasi dan lahirnya supremasi hukum, tenggelam dalam pergulatan jargon-jargon politik dengan lawan-lawan politiknya yang juga tidak punya prioritas di dalam menyelesaikan krisis multidimesi yang melanda Indonesia.

Alangkah besar hati rakyat bila saja pemerintah Gus Dur ini mampu menawarkan suatu prioritas rekonstruksi hukum dan institusi hukum, yang pada akhirnya menjadi tulang punggung baginya untuk menjalankan suatu good governance yang dicita-citakan oleh semua lapisan masyarakat. Prioritas itu dapat saja berupa tindakan-tindakan cepat dan sekaligus di berbagai bidang sebagai berikut:

Pertama, putuskan hubungan dengan elemen Orde Baru dan sikap serta mentalitas Orde Baru, antara lain dengan tegas menindak kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan korupsi dengan segera. Menyerahkan penindakan hukum atas kasus-kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung dan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung sekarang adalah tindakan mubasir.

Adakan segera suatu Undang-undang, bila perlu lewat Perpu terlebih dahulu, untuk membentuk dua mahkamah khusus yang independen. Pertama, mahkamah yang mengadili kejahatan-kejahatan kemanusiaan dan kedua, mahkamah  untuk mengadili kejahatan-kejahatan korupsi dengan hukum acara yang khusus dan penuntut-penuntut umum dan hakim-hakim  ad hoc yang independen dan kredibel. Tugasnya, untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut selama satu tahun. Untuk menjamin bahwa prosesnya menghargai hak azasi manusia dan menjunjung "due process of law" , dibentuk suatu komisi pengawas internasional sebagai peninjau yang membuat suatu website yang melaporkan semua proses peradilan tersebut secara transparan. 

Kedua, lakukan pemberdayaan penuh kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk melakukan restrukturisasi perbankan dan debitur dengan suatu proses yang adil tanpa pandang bulu dan transparan sebagai salah satu pintu utama perbaikan ekonomi Indonesia. Semua perkara-perkara di mana BPPN menjadi pihak, termasuk Pengadilan Niaga, diadili oleh hakim-hakim ad hoc di semua tingkat badan peradilan dari Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung yang diangkat dari kalangan profesi yang kredibel.

Ketiga, lakukan pemberdayaan penuh terhadap Komisi Hukum Nasional untuk membuat suatu prioritas perubahan hukum nasional berdasarkan urutan yang bertujuan mengatasi krisis multidimensi kita, baik krisis ekonomi, hukum, ancaman disintegrasi sosial serta masalah-masalah otonomi daerah. Komisi Hukum Nasional bukan saja bertugas melahirkan konsep hukum nasional, melainkan juga diberdayakan secara penuh untuk menjadi pusat perumusan kebijakan publik multisektor.

Keempat, lakukan rekonstruksi total badan peradilan dari Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung dengan antara lain : (a) menunjuk hakim-hakim agung ad hoc dengan dua tugas utama, pertama sebagian ditugasi melakukan rekonstruksi badan peradilan paling lama dalam waktu 1 (satu ) tahun dan kedua, sebagian lainnya mengadili tumpukan perkara -perkara penting yang berpengaruh terhadap perbaikan sistem hukum nasional dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Hakim-hakim agung nonkarier yang progresif tentu saja dapat dilibatkan dalam proses ini. Hakim-hakim agung lainnya yang ada sekarang dibiarkan pensiun pada waktunya, dan mereka hanya bertanggung jawab untuk mengadili perkara-perkara teknis dan rutin yang tidak berpengaruh terhadap perbaikan sistem hukum nasional.

Kelima, lakukan perombakan total yang sama di institusi penegakan hukum lainnya seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian, serta membiarkan organisasi pengacara menjadi organisasi yang bebas dan mandiri untuk menentukan nasibnya sendiri, tetapi mengharuskan mereka menegakkan etika profesi setinggi mungkin.

Dengan prioritas tadi, mudah-mudahan masyarakat tidak melanjutkan mimpi-mimpi lamanya, atau diberi mimpi lagi, dan bibit-bibit perubahan yang mengarah pada pemerintahan yang demokratis serta pemberdayaan masyarakat madani yang dijanjikan oleh pemerintahan kini bisa tumbuh subur tanpa gangguan siapapun.

Tags: