Praktik Politik Uang dalam Pilkada Lebih Masif dari Pilpres
Berita

Praktik Politik Uang dalam Pilkada Lebih Masif dari Pilpres

Minimnya jumlah dan kemampuan pengawas serta lemahnya aturan membuat praktik politik uang dalam Pilkada marak terjadi di berbagai daerah.

Zae
Bacaan 2 Menit
Praktik Politik Uang dalam Pilkada Lebih Masif dari Pilpres
Hukumonline

 

Kedua, minimnya jumlah dan kemampuan pengawas lokal maupun pengawas asing. Tidak seperti Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dipersiapkan sejak jauh hari, pengawas dalam Pilkada dibentuk terlambat dan tidak dibekali kemampuan yang cukup untuk melaksanakan pengawasan. Sementara, jumlah pengawas asing juga sudah jauh berkurang.

 

Ketiga, kurangnya partisipasi media lokal untuk mengungkap kasus ini. Kebanyakan media lokal takut disebut partisan karena terlalu menyoroti peserta Pilkada tertentu. Belum lagi, menurut Didik, media lokal kekurangan sumber karena masyarakat enggan untuk berkomentar.

 

Hukumnya lemah

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana UI Harkristuti Harkrisnowo mengkritik lemahnya aturan dan penegakan hukum dalam aturan Pemilu sebagai penyebab dari maraknya praktik politik uang. Menurutnya, banyak dari aturan yang ada baik dalam UU Parpol, UU Pemilu, UU Pilpres dan UU Pemda (Pilkada) masih membuka celah untuk disiasati .

 

Harkristusi mencontohkan Pasal 42 UU Pilpres. "Pasal itu hanya menjerat peserta Pemilu dan tim kampanye untuk pelanggaran politik uang, padahal belum tentu yang melakukan mereka itu," jelas Harkristuti.

 

Pengalaman sebelumnya, kata dia, juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada kasus politik uang yang diproses secara hukum di pengadilan. Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil. Belum lagi, proses pembuktian terhadap pelanggaran tersebut cukup sulit mengingat alat bukti yang sukar didapat.

 

Berdasarkan catatan Panwas Pemilu lalu, dari ratusan pelanggaran politik uang baik dari temuan Panwas maupun dari laporan masyarakat, hanya 50 kasus saja yang masuk ke pengadilan. Dari jumlah itu, hanya sepuluh kasus saja yang akhirnya sampai pada tahap putusan dari majelis hakim.

 

Berdasarkan hal itu Harkristuti mengusulkan agar DPR dan Pemerintah mulai mencanangkan revisi terhadap aturan Pemilu yang sudah ada. "Agar ke depan pelaksanaan Pemilu bisa lebih baik," tambahnya.

Ketua Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi, Didik Suprianto, menegaskan bahwa kegiatan politik uang juga terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung.

 

"Bahkan pelanggaran money politics di Pilkada jauh lebih marak bahkan masif dibanding saat Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden lalu," tegas Didik, dalam diskusi terbatas tentang politik uang dalam Pilkada di Jakarta, (30/6).

 

Namun menurut mantan anggota Panwas Pemilu Pusat ini, meski jumlahnya cukup besar, publikasi soal pelanggaran itu jarang terdengar. Kemungkinan karena hal itu merupakan isu lokal, dan masyarakat di daerah lain menganggap hal tersebut seakan tidak pernah terjadi.

 

Didik mencatat beberapa sebab yang mengakibatkan maraknya politik uang tersebut. Pertama, karena persaingan yang cukup ketat antara peserta Pilkada. Mereka yang seharusnya saling mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran, justru saling berlomba untuk melakukan politik uang itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: