PMH dalam Perkara APHI Mencakup Pula Perbuatan Tercela
Berita

PMH dalam Perkara APHI Mencakup Pula Perbuatan Tercela

Tim kuasa hukum para terdakwa sempat menyinggung tentang adanya surat rahasia Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen.

Mys
Bacaan 2 Menit
PMH dalam Perkara APHI Mencakup Pula Perbuatan Tercela
Hukumonline

 

Namun jaksa berpendapat dana yang dikumpulkan APHI seharusnya dipergunakan untuk program inventarisasi dan pembinaan hutan atau untuk pengadaan foto udara dan pemetaan areal HPH. Hasil pemotretan itu adalah milik negara, sesuai SK Menteri Kehutanan No. 442/Kpts-II/1989 tentang Pemotretan Udara, Penafsiran dan Penataannya di atas Areal Hutan. Lagipula, argumen tim penasehat hukum terdakwa dinilai jaksa telah masuk ke materi perkara, sehingga harus dikesampingkan.

 

Sebenarnya, para terdakwa berusaha mengajukan argumen lain bahwa pemotretan udara areal HPH bukanlah tugas dewan pengurus APHI, melainkan kewajiban masing-masing pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Toh, jaksa mengajukan bukti hasil keputusan bersama para pemegang HPH pada 22 Agustus 1988. Pertemuan antara lain menyepakati bahwa demi keseragaman tugas pemetaan areal hutan dan pemotretan areal HPH dilaksanakan oleh APHI.

 

Surat rahasia

Untuk mendukung eksepsinya, tim kuasa hukum para terdakwa sempat menunjukkan adanya surat berkode rahasia dari Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), 3 Januari 2003. Surat bernomor R-001/D/Dek/01/2003 itu menyebutkan dua hal. Pertama, tidak ditemukan adanya tindak pidana korupsi karena iuran APHI berasal dari iuran anggota. Kedua, bilamana ada bukti baru tentang penyalahgunaan dana APHI, maka pemeriksaannya termasuk dalam lingkup tindak pidana umum.

 

Adanya materi surat rahasia tersebut sempat memunculkan tanda tanya dari kuasa hukum Adiwarsita Adinegoro, tatkala perkara ini disidik kembali oleh Kejaksaan Agung. Ditengarai, Kejaksaan sudah pernah menghentikan penyelidikan kasus ini. Namun Jamintel (saat itu) Basrief Arief membantah. Ia mengatakan bahwa surat yang ia keluarkan hanya sebatas penyelidikan intelijen untuk dana APHI periode 2001. Sementara kini para terdakwa dipersangkakan melakukan tindak pidana korupsi dalam rentang waktu yang lebih panjang. Untuk perkara Adiwarsita misalnya, jaksa mengacu mulai tahun 1998.

Tolok ukur perbuatan melawan hukum oleh seorang terdakwa bukan hanya ditentukan anggaran dasar organisasi, tetapi juga meliputi perbuatan formil dan materiil. Perbuatan melawan hukum mencakup pula perbuatan tercela yang menurut rasa keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.

 

Demikian ikhtisar pendapat jaksa atas eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum para terdakwa kasus korupsi dana Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), yang disampaikan pada persidangan di PN Jakarta Pusat, kemarin (21/6). Tim jaksa bergantian membacakan tanggapan atas eksepsi kuasa hukum keempat terdakwa Adiwarsita Adinegoro, H Zain Mansyur, HA Fattah dan Yusran Sharif.

 

Pandangan jaksa di atas sejalan dengan penjelasan umum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Tim jaksa yang diketuai M Jasman menepis pandangan pengacara para terdakwa bahwa dana APHI tidak termasuk pengertian uang negara. Sebelumnya, dalam persidangan 14 Juni lalu, tim kuasa hukum para terdakwa berdalih bahwa perkara APHi ini bukan perkara pidana korupsi. Sebab, keuangan APHI bukan keuangan negara. Disamping itu, tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para terdakwa dari aspek pidana karena bertentangan dengan anggaran dasar APHI.

Tags: