Peran Advokat dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum
Kolom

Peran Advokat dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum

Advokat dengan bekal kemampuan dan pengetahuan hukum yang cukup dapat menjalankan perannya lewat kerja-kerja pembelaan para calon dan/atau bakal calon sehingga proses Pemilu berjalan dengan fair dan objektif.

Bacaan 4 Menit
Shalih Mangara Sitompul. Foto: Istimewa
Shalih Mangara Sitompul. Foto: Istimewa

Ketentuan Pasal 1 angka 2 UUD 1945 telah menegaskan “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”. Akhir kalimat dari pasal undang-undang dasar ini menegaskan bahwa kedaulatan itu ada di tangan rakyat, namun pelaksanaannya tidak-lah bisa sesuka hati, melainkan harus mengikuti tata cara yang telah ditentukan dalam UUD 1945.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah cara menggunakan atau meng-exercise kedaulatan itu? Apakah 277 juta rakyat Indonesia langsung saja menggunakannya untuk menjalankan roda pemerintahan? Nyatanya tidak. Ketentuan Pasal 22E UUD 1945 sudah menjabarkan satu-satunya cara yang konstitusional untuk itu yakni melalui Pemilihan Umum (Pemilu).

Dalam ketentuan Pasal 22E ayat (1) disebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam termin yang tetap yakni setiap 5 tahun sekali. Untuk apa? Untuk memilih wakil-wakil yang akan mengisi pilar-pilar jabatan eksekutif dan legislatif dan nantinya akan mewakili rakyat menjalankan roda pemerintahan.

Pemilu Tahun 2024 akan diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota pada tanggal 14 Februari 2024 sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022. "Keputusan KPU RI ini berdasarkan pasal 167 ayat (2) dan pasal 347 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, perlu ditetapkan hari dan tanggal pemungutan suara pada Pemilihan Umum Serentak 2024.”

Sedangkan terhadap Pilkada Serentak, disepakati dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Perubahan Pasal 201 UU Pilkada disebutkan bahwa, “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024.”

Baca juga:

Pada akhir tahun 2021, kerangka hukum Pemilu dan Pilkada tidak mengalami perubahan, maka aturan main dari Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 nanti tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 2019. Awalnya peluang untuk merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum masih ada dikarenakan DPR RI dan Pemerintah bermaksud menyatukan regulasi pemilihan tersebut.

Namun, RUU Pemilu ditarik dari Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2021 sehingga UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tetap berlaku. Sama halnya, UU Nomor 1 Tahun 2015 yang telah mengalami 3 kali perubahan juga tetap berlaku dan seluruhnya akan menjadi landasan hukum pelaksanaan Pemilu dan Pilkada pada tahun 2024 mendatang.

Peran Advokat Menjaga Kualitas Pemilihan Umum
Oleh karena Pemilu adalah satu-satunya jalan untuk menjamin keberlanjutan sebuah negara demokrasi, maka kualitas yang baik penting dalam pelaksanaan pemilu. Atas dasar itu, UUD tidak hanya mengatur dan mengedepankan aspek-aspek demokrasi saja, melainkan juga mengedepankan aspek-aspek hukum dalam penyelenggaraan Pemilu. Pelaksanaan pemilu tidak hanya melibatkan penyelenggara Pemilu saja, tetapi melibatkan pengawasan dari institusi dan aparat penegak hukum. Salah satunya adalah dengan mengatur dan menyediakan saluran penyelesaian perselisihan.

Sebagaimana diketahui, sepanjang proses penyelenggaraan Pemilu, sangat rawan sekali terjadi perselisihan-perselisihan. Baik itu perselisihan yang terjadi antar peserta pemilu satu dengan lainnya maupun perselisihan antara peserta dengan penyelenggara pemilu. Pasal 468 dan 469 UU Pemilu mengatur bagaimana proses penyelesaian sengketa pemilu dilakukan sesuai dengan tingkatannya masing-masing, baik di tingkat Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Pasal 468 dan 469 UU Pemilu tersebut, penyelesaian sengketa proses Pemilu adalah sebuah proses hukum yang di dalamnya terdapat dua tahapan proses. Atas perselisihan yang terjadi itu, mula-mula harus dicoba selesaikan melalui mediasi atau musyawarah dan mufakat. Proses penyelesaian ini wajib dilakukan baik oleh Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, dan maupun Bawaslu Kabupaten/Kota, sesuai di mana perselisihan itu terjadi.

Apabila penyelesaian melalui mediasi atau musyawarah itu tidak membuahkan hasil, maka Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota meneruskan penyelesaiannya melalui Ajudikasi. Kemudian apabila keputusan Ajudikasi ternyata tidak menyelesaikan perselisihan menyangkut verifikasi Partai Politik, penetapan Daftar Calon Tetap dan Penetapan Pasangan Calon, maka proses hukum penyelesaian harus dilanjutkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Untuk menjalani proses penyelesaian di tiga tahap itu, baik tahap mediasi atau musyawarah, tahap Ajudikasi dan dan lebih jauh lagi di tahap PTUN tentulah memerlukan pengetahuan yang cukup tentang aspek-aspek hukum, baik hukum tentang penyelenggaraan Pemilu dan maupun hukum-hukum acara di setiap tingkatan penyelesaian sengketa.

Di sanalah peran advokat sebagai penasihat atau pemberi jasa hukum diperlukan. Advokat dibutuhkan untuk mendampingi dan membela calon ataupun bakal calon untuk mempertahankan hak-haknya sebagai peserta atau calon peserta dalam Pemilu. Advokat membantu memberikan panduan agar tidak ada tindakan-tindakan yang keliru yang berisiko merugikan kepentingan hukum calon ataupun bakal calon peserta nantinya.

Peran advokat yang signifikan dalam sengketa proses Pemilu itu dijabarkan lebih jelas dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2019, khususnya Pasal 10.

Berdasarkan hal tersebut, advokat sebagai salah satu penegak hukum jelas memiliki posisi yang signifikan untuk menyelesaikan sengketa proses pemilihan umum. Advokat dengan bekal kemampuan dan pengetahuan hukum yang cukup dapat menjalankan perannya lewat kerja-kerja pembelaan para calon dan/atau bakal calon dalam pemilu. Kerja-kerja advokat itu tidak hanya berkenaan dengan kerja profesionalismenya saja, melainkan advokat telah turut pula mengawal proses pemilihan umum berjalan dengan fair dan objektif sesuai asas pemilihan umum langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

*)Shalih Mangara Sitompul adalah Wakil Ketua Umum DPN PERADI Bidang PKPA, Sertifikasi dan Kerjasama Universitas.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait