Peradi: PP tentang Konsultan HKI Bertentangan Dengan UU Advokat
Berita

Peradi: PP tentang Konsultan HKI Bertentangan Dengan UU Advokat

Tugas konsultan HKI merupakan bagian dari tugas dan kewenangan advokat yang diatur dalam UU Advokat, yaitu beracara di luar dan di dalam pengadilan.

Amr
Bacaan 2 Menit
Peradi: PP tentang Konsultan HKI Bertentangan Dengan UU Advokat
Hukumonline

 

Ia juga menyatakan bahwa peraturan pemerintah yang mengatur mengenai persyaratan untuk menjadi konsultan HKI tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU Advokat. Oleh sebab itu, kita (Peradi) akan coba perjuangkan supaya hal itu jangan sampai ada lagi, ucap Otto.

 

Sekadar tahu, peraturan pemerintah yang dimaksud adalah PP No.2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Sebetulnya PP No.2/2005 tersebut sudah berlaku sejak 4 Januari 2005 yang lalu. Namun, bisa jadi masalah ini baru mencuat lantaran pendaftaran pelatihan konsultan HKI baru dibuka baru-baru ini oleh FHUI. Biaya yang dikenakan penyelenggara pelatihan ini relatif mahal yaitu mencapai Rp17 juta per peserta.

 

Soal pelatihan konsultan HKI, Otto sendiri menyatakan bahwa program tersebut sah-sah saja untuk dilakukan. Asal jangan digantungkan pada syarat bahwa sertifikat dari pendidikan itu syarat untuk mendapatkan hak untuk beracara di HKI, tandasnya.

 

Otto juga mempermasalahkan adanya izin khusus bagi advokat untuk dapat beracara di Pengadilan Pajak. Lagi-lagi, menurutnya, aturan yang mengatur mengenai persyaratan tersebut tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Advokat. Adapun aturan yang dimaksud adalah Keputusan Menkeu No. 450/Kmk.01/2003 tentang Persyaratan Untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak.

 

Ditambahkan Otto, DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) pernah berencana mengajukan permohonan judicial review terhadap Kepmen tersebut. Namun, Otto mengatakan bahwa dia harus mencek lagi apakah permohonan itu sudah diajukan atau belum.

Peradi menyatakan keberatan dengan adanya kewajiban baru bagi advokat untuk dapat menjadi konsultan di bidang hak kekayaan intelektual (HKI). Ketentuan baru yang menyatakan bahwa pihak yang dapat mengurus permohonan di bidang hanyalah mereka yang telah lulus pelatihan konsultan HKI dinyatakan tidak sesuai dengan Undang-undang No.18/2003 tentang Advokat.

 

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan saat menyampaikan kuliah umum kepada para peserta Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan II yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bersama organisasi advokat di Jakarta (20/6).

 

Otto menyatakan keberatan dengan ketentuan yang dianggap bertentangan dengan UU Advokat tersebut. Pasalnya, menurut Otto, tugas konsultan HKI merupakan bagian dari tugas dan kewenangan advokat yang diatur dalam UU Advokat, yaitu beracara di luar dan di dalam pengadilan. Melakukan pendaftaran HKI seperti merek atau paten, katanya, masih termasuk lingkup beracara di luar pengadilan.

 

Undang-undang Advokat itu kan jelas mengatakan bahwa advokat inilah yang merupakan pemberi jasa hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Jadi, di manapun dia tentunya bisa beracara. Tidak ada lagi satu alasan yang dipergunakan untuk tidak beracaranya seorang advokat di Indonesia ini, tegas Otto kepada hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags: