Pemihakan
Tajuk

Pemihakan

Kumbakarna berwajah jelek dan terkesan jahat. Dia adalah bentuk seburuk-buruknya raksasa yang seakan terasosiasi dengan iblis jahat. Dialah adik Rahwana, maharaja kejahatan bermuka selaksa, raksasa immortal yang menyebarkan bibit-bibit kejahatan berkesinambungan sampai akhir jaman.

ATS
Bacaan 2 Menit

Impian dan harapan itu sudah di ambang akhir. Kita bangsa Indonesia tiba-tiba dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk melakukan pemihakan secara luar biasa sulitnya. Bangsa ini tiba-tiba dibelah-belah secara acak dalam kubu-kubu yang tidak jelas. Dan pemihakan ke pihak manapun mengandung potensi kesalahan fatal yang bisa disesali sepanjang hidup. Dasar-dasar pemihakan dengan menggunakan rasionalitas, prinsip-prinsip universal kemanusiaan, penegakan hukum dan keadilan, kebebasan, demokrasi bahkan konstitusionil tidaknya suatu proses politik sukar dijadikan pegangan.

Pemerintahan Abdurrahman Wahid membawa bobot legitimasi yang berat dari proses pemilu yang relatif bersih. Komitmen pemerintahan ini pada awalnya terhadap reformasi, demokrasi, dan supremasi hukum juga sangat kuat. Belum pernah ada dukungan moral begitu kuatnya dari berbagai lapisan masyarakat  yang selama ini bungkam dan dibungkam, terhadap suatu pemerintahan. Bahkan, masyarakat internasional memberi harapan dan dukungan yang tidak kalah kuatnya.

Nyatanya, kekecewaan demi kekecewaan harus kita telan. Korupsi tidak diberantas serius. Orde Baru dan spiritnya dibiarkan hidup dan meneruskan pengaruhnya lewat berbagai jaringan organisasi, institusi, orang-orang, tata nilai, dan budaya serta cara hidup. Good governance cuma slogan. Bahkan, pelanggaran-pelanggaran hukum, korupsi, dan pengembangan jaringan nepotisme dibiarkan tetap berlangsung.

Kesalahan kecil demi kesalahan kecil menumpuk dan menimbulkan efek bola salju yang berujung kepada ancaman Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban presiden atau bahkan impeachment presiden, yang mulanya sekadar berawal dari kasus-kasus korupsi Bulog Gate atau penggunaan dana secara tidak transparan dalam Brunei Gate, yang di jaman Orde Baru mungkin hanya mainan kelas Dirut BUMN atau cucu Suharto.

Sementara pemihakan kepada parlemen yang sudah hampir pasti menggulirkan Sidang Istimewa untuk proses impeachment bukan otomatis berarti membela atau memihak kepentingan rakyat banyak. Begitu banyak orang tidak jelas di parlemen dengan agenda yang hanya ada di genggaman tangan mereka sendiri. Kalau nasib bangsa ini mau diletakkan ke pundak mereka, begitu liar arah masa depan bangsa ini bisa bergulir.

Betul kita memilih wakil rakyat dalam pemilu yang jujur. Tapi dalam suasana hampir chaos begini, perlu kita bertanya kepada diri sendiri, apakah kita benar telah memilih mereka untuk melakukan pilihan-pilihan sulit tentang masa depan bangsa ini? Apakah kita memilih mereka untuk berkompromi dengan Orde Baru? Apakah kita memilih mereka untuk mengundang kudeta militer? Apakah kita memilih mereka untuk menghambat pemulihan ekonomi?

Tentu saja jawabannya semua adalah tidak. Dan tentu saja kita tidak memilih mereka untuk memutar balik arus reformasi ke arah yang kembali ke kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang penuh dengan pembodohan-pembodohan oleh penguasa. Kita memilih mereka untuk meneruskan agenda reformasi. Kita memilih mereka untuk mengawasi eksekutif secara ketat dan bijak. Kita memilih mereka untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat kecil yang selama ini tertindas dan dibodoh-bodohi, melalui legislasi dan tindakan nyata.

Pemerintahan sekarang ini memang brengsek dan tidak "capable". Akan tetapi pengganti pemerintahan ini, dengan menilai akan begitu banyaknya kompromi politik yang dihasilkan,  tidak akan membawa kita kemana-mana kecuali ke arah ketidakpastian, keraguan, dan stagnasi atau bahkan kemerosotan di berbagai bidang. Tidak ada upaya bernas dari pemerintah, parlemen atau pihak yang mampu menengahi, untuk melihat bahwa pemihakan harus lebih difokuskan kepada proses bangsa ini mencari jati dirinya kembali, merumuskan kembali prioritas pemulihan dari krisis multidimensi, mengambil langkah-langkah nyata ke depan dengan hati lapang dan meniadakan kepentingan sesaat orang-perorang dan golongan pergolongan.   

Kita saat ini bisa menjelma menjadi Kumbakarna atau Adipati Karna yang disodori pilihan-pilihan sulit untuk melakukan pemihakan. Kita diminta memilih pemihakan. Hanya kita tidak hidup dalam drama tradisional yang cuma mitos saja. Kita hidup dalam kehidupan yang nyata. Pemihakan kita membawa bangsa dan rakyat Indonesia ke masa depannya sendiri. Pemihakan kita bisa membawa bangsa ini ke jurang yang dalam, atau ke kehidupan yang lebih baik, atau tidak ke mana-mana.

Tags: