Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Belum Maksimal
Berita

Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Belum Maksimal

Banyak tantangan yang dihadapi dalam mengupayakan diversi. Misalnya jenis tindakan pidana yang melibatkan anak ancamannya lebih dari 7 tahun penjara.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Elvina menjelaskan tahun 2015 KPAI melihat kesiapan penerapan UU SPPA, hasilnya belum memuaskan karena masih banyak sarana dan prasarana serta SDM yang belum memadai. Misalnya, unit pelayanan perempuan dan anak (UPPA) pada kepolisian di daerah tergolong minim.Tapi ada juga daerah yang sudah melakukan upaya yang baik seperti Kalimantan Selatan UPPA cukup bagus ruangannya karena mendapat bantuan dari pemda.

 

Data lain yang dijelaskan Elvira terjadi di Polres Jayapura. Pada tahun 2015, aparat setempat bersemangat untuk melakukan diversi terhadap perkara pidana anak. Sayangnya prosedur yang mereka lakukan untuk menjalankan diversi kurang tepat karena tidak melalui penetapan pengadilan. Pada tahun 2016 di Makassar, KPAI memantau banyak penyidik kepolisian yang belum mendapat pelatihan SPPA. Sekalipun ada aparat yang mengikuti pelatihan tapi dimutasi ke unit lain. Padahal SDM yang tidak terlatih bisa menghambat upaya diversi. "Ketentuan yang diatur dalam UU SPPA sudah ideal tapi pelaksanaannya sulit," kata Elvina.

 

Sekalipun diversi sudah dilakukan dan berproses bukan berarti pelaksanaannya tanpa kendala, Elvina melihat ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, dalam suatu perkara pidana anak di Papua, keluarga korban setuju dilakukan diversi tapi memberikan syarat berupa dua unit speedboat dan beberapa ekor kerbau. Melihat syarat yang begitu berat keluarga pelaku tidak menyanggupinya. Oleh karenanya Elvina mengingatkan diversi tidak melulu harus melalui persetujuan pihak korban karena itu juga diatur dalam UU SPPA.

 

Pasal 9 ayat (2) UU SPPA menjelaskan empat jenis tindak pidana yang dikecualikan untuk mendapat persetujuan pihak korban yaitu tindak pidana yang berupa pelanggaran; tindak pidana ringan; tindak pidana tanpa korban; atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

 

Kanit II PPA Bareskrim Polri, AKBP Rumi Untari, menekankan ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diantaranya pengambilan keputusan dan diversi. UU SPPA mengamanatkan jika anak belum genap 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk melakukan sejumlah hal, salah satunya menyerahkan anak kembali kepada orang tua/wali.

 

(Baca juga: Akibat Jika Proses Diversi Tidak Menghasilkan Kesepakatan)

 

Tapi untuk melakukan pengambilan keputusan atau diversi, Rumi mengatakan aparat kepolisian tidak bisa bertindak sendiri karena UU SPPA mewajibkan pendekatan itu melibatkan banyak pihak. Pada saat yang sama polisi juga perlu memperhatikan apakah pendekatan yang ditempuh itu akan menimbulkan dampak terhadap keamanan dan ketertiban di masyarakat. Praktiknya, dalam menjalankan pendekatan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena ada masyarakat yang belum paham ketentuan UU SPPA.

 

Apalagi jika korban sampai meninggal dunia, prosesnya semakin sulit. Dalam suatu perkara pidana anak di Sukabumi korbannya tewas, dan keluarga korban meminta pelaku dihukum berat. Padahal mengacu UU SPPA pelaku tersebut harus dikembalikan kepada orang tua. Alhasil keluarga pelaku mendapat tekanan dari masyarakat setempat dan terancam diusir. "Banyak hal yang harus menjadi pertimbangan untuk kepentingan terbaik anak, tapi kami juga harus memperhatikan keamanan dan ketertiban masyarakat," tukas Rumi.

Tags:

Berita Terkait