Patuhi Protokol Kesehatan untuk Hindari Gelombang Kedua Pandemi
Pojok MPR-RI

Patuhi Protokol Kesehatan untuk Hindari Gelombang Kedua Pandemi

Kepatuhan publik pada prokes masih memprihatinkan, pemerintah daerah diminta menyimak dan menyikapi data kepatuhan publik berdasarkan informasi dari Kemenkes.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

 

Tiga pekan kemudian, menurut data Minggu 25 April 2021, jumlah pasien sudah mencapai 16,9 juta jiwa. Lonjakan jumlah pasien yang nyaris mencapai lima juta kasus itu jelas mengerikan. Pada 5 Mei 2021, India tetap menempati posisi kedua terparah di dunia setelah Amerika, dengan 20.658.234 kasus dan 226.169 orang meninggal dunia.

 

Jauh sebelum WHO mengeluarkan peringatan, pemerintah sebenarnya telah antisipatif. Diterbitkan dan diberlakukan sejumlah kebijakan untuk menekan laju penularan Covid-19 di dalam negeri. Antara lain melalui Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bekerja dari rumah, sekolah di rumah, pembatasan kegiatan keagamaan, hingga pembatasan kegiatan lain di ruang publik.

 

Tapi, kembali lagi, kepatuhan publik pada prokes masih memprihatinkan. Padahal, kepatuhan pada prokes menjadi ujian penentu lolos tidaknya Indonesia dari gelombang kedua pandemi Covid-19. Faktanya, di bulan Ramadan sekalipun, sebagian masyarakat tak mampu mengendalikan diri untuk tidak berdesak-desakan di pusat belanja.

 

Pemandangan seperti itu, misalnya, tampak nyata ketika terjadi ledakan pengunjung di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama ini. Padahal, jauh hari sebelumnya, masyarakat sudah diingatkan dan didorong untuk belajar dari pengalaman India. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah kasus Covid-19 di India adalah kerumunan massa saat melakukan ritual keagamaan di Sungai Gangga.

 

Untuk menekan penularan Covid-19, pemerintah menetapkan larangan mudik Lebaran 2021, yang dituangkan melalui Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Namun, kepatuhan publik terhadap larangan mudik itu lagi-lagi sangat rendah. Alih-alih taat aturan, banyak pemudik yang justru bersiasat agar tetap bisa pulang ke kampung halaman.

 

Polri pun telah menerjunkan ribuan anggotanya pada 381 titik penyekatan, terbanyak di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tapi, tingkat kepatuhan publik masih memprihatinkan. Langkah penyekatan bahkan tidak menurunkan volume kendaraan pemudik. Penyekatan justru menimbulkan kemacetan yang mengular hingga delapan kilometer jelang Gerbang Tol Cikarang Barat menuju Cikampek di hari pertama pemberlakuan larangan.

 

Ketika gelombang perjalanan dari 18 juta pemudik tidak terbendung, benteng terakhir untuk mencegah terjadinya klaster mudik pada akhirnya ada di pemerintah daerah yang wilayahnya menjadi tujuan para pemudik. Jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengajak para pemimpin daerah menetapkan serangkaian langkah luar biasa dan mendesak untuk mencegah pemudik.

Tags: