Pasal-Pasal Kesusilaan di RUU KUHP Dinilai Masih Rancu
Berita

Pasal-Pasal Kesusilaan di RUU KUHP Dinilai Masih Rancu

Hukuman maksimal untuk perbuatan zina lebih berat daripada ‘kumpul kebo'.

Gie
Bacaan 2 Menit
Pasal-Pasal Kesusilaan di RUU KUHP Dinilai Masih Rancu
Hukumonline

 

Pihak ketiga

Selain soal pemidanaan, hal lain yang juga menarik untuk dibahas dalam bab kesusilaan adalah keterkaitan pihak ketiga sebagai pelapor. Tindak pidana yang berhubungan dengan perzinaan dan kumpul kebo baru bisa dipidana setelah ada pengaduan dari pihak ketiga. Persoalannya, apakah pihak ketiga yang bertindak sebagai pelapor bisa siapa saja yang melihat atau merasa dirugikan, dan bukan hanya suami, istri ataupun keluarga semata?

 

Tidak jelas apakah pihak ketiga terbatas pada tempat kejadian dilakukan suatu perzinaan atau diluar tempat kejadian bisa juga menjadi pelapor, papar Nasrullah.

 

Inilah yang kemudian membuat kerancuan dengan tidak ditetapkan siapa yang bisa disebut sebagai pihak ketiga. Padahal, ujar Nasrullah, banyak tempat umum seperti hotel yang notabene bisa saja menjadi tempat tindak pidana dilakukan.

 

Permasalahan seputar pengakuan pernikahan di bawah tangan belum mendapat solusi dalam RUU KUHP. Kenyataannya, hal ini akan menimbulkan masalah di kemudian hari mengingat perkawinan di bawah tangan merupakan hal yang umum di beberapa daerah di Indonesia.

RUU KUHP masih menyisakan beberapa ruang perdebatan. Salah satu perdebatan menarik adalah mengenai pasal kesusilaan. Salah satu anggota tim perumus RUU KUHP, Prof. Loebby Loeqman mengatakan kepada hukumonline, pencantuman pasal kesusilaan dalam RUU KUHP makin diperinci lagi. Apalagi, tambahnya, sudah ada revisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dalam penerapan pasal-pasal kesusilaan, maupun pornografi dan pornoaksi.

 

Dosen hukum acara pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tengku Nasrullah menyatakan dalam bab kesusilaan di RUU KUHP, masih ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Dalam sebuah acara sosialisasi RUU KUHP di Jakarta (23/3), Nasrullah menyebutkan ada ketidakseimbangan dalam menerapkan pemidanaan antara perzinaan dengan perbuatan tinggal serumah tanpa ada ikatan perkawinan alias kumpul kebo.

 

Dalam RUU KUHP ancaman hukuman maksimal untuk perbuatan zina adalah lima tahun (Pasal 484). Sementara, kumpul kebo hanya diancam pidana maksimal dua tahun (Pasal 486).

 

Padahal di mata Nasrullah, apabila berbicara tentang kesusilaan maka dengan adanya perbuatan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan, perbuatan zina termasuk didalamnya. Seharusnya, tegas dia, kumpul kebo ancaman hukumannya paling tidak sama dengan perbuatan zina.

Halaman Selanjutnya:
Tags: