Pasal Advokat Curang Masuk 14 Materi Kontroversial RUU KUHP
Utama

Pasal Advokat Curang Masuk 14 Materi Kontroversial RUU KUHP

Dari 14 materi RUU KUHP yang kontroversial ada yang dipertahankan, sebagian pasal diubah, diberi penjelasan, dan dihapus.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Keenam, Pasal 282 RUU KUHP tentang advokat yang curang. Pasal ini mengancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori V (Rp500 juta) advokat yang menjalankan pekerjaannya secara curang. Misalnya mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya.

Atau mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan. “Tugasnya advokat memang ini (mempengaruhi), tapi jangan pakai cara curang. Kita tidak boleh menjalankan praktik peradilan secara curang, oleh karena itu pasal ini tetap dipertahankan,” kata dia.

Ketujuh, Pasal 304 RUU KUHP tentang Penodaan Agama. Marcus menilai selama ini ketentuan tentang Penodaan Agama dalam KUHP menimbulkan persoalan karena pengertian tentang “penodaan” tidak diatur secara jelas. RUU KUHP memberi penjelasan lebih detail apa yang dimaksud dengan “penodaan”, misalnya menghina Tuhan, Firman, sifat-sifat-Nya atau menghina nabi/rasul, yang dapat menimbulkan keresahan dalam kelompok umat beragama tertentu yang bersangkutan.

Delapan, Pasal 342 RUU KUHP tentang Penganiayaan Hewan. Pasal ini menimbulkan kontroversi karena tidak menjelaskan frasa “kemampuan kodratnya.” RUU KUHP sudah mencantumkan lebih jelas yang dimaksud “kemampuan kodrat” yakni kemampuan hewan secara alamiah. Sembilan, Pasal 414-416, tentang Mempertunjukkan Alat Pencegahan Kehamilan dan Alat Pengguguran Kandungan. Marcus mencatat pasal ini dipersoalkan oleh relawan Keluarga Berencana (KB), maka diberi penjelasan bahwa pasal ini tidak ditujukan untuk orang dewasa, tapi dalam rangka melindungi anak.

Sepuluh, Pasal 417 RUU KUHP tentang Perzinaan. Marcus menjelaskan pasal ini untuk menghormati lembaga perkawinan. Pasal ini dirumuskan sebagai delik aduan yang hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak, seperti suami, istri, Orang Tua, atau anaknya. Sebelas, Pasal 418 RUU KUHP tentang Kohabitasi atau disebut juga dengan istilah pasal kumpul kebo. Pasal ini menuai kontroversi karena sebelumnya memuat ketentuan yang membolehkan Kepala Desa mengajukan aduan. Tapi sekarang aduan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak.

Dua belas, Pasal 431 RUU KUHP tentang Penggelandangan. Pemerintah tetap mengusulkan pasal ini tetap diatur dalam RUU KUHP demi menjaga ketertiban umum. Pidana yang dijatuhkan bukan penjara, tapi denda. Dimungkinkan untuk pidana alternatif, seperti pengawasan atau kerja sosial. Tiga belas, Pasal 469-471 RUU KUHP tentang Aborsi. Marcus mengatakan pasal aborsi ini ada pengecualian yakni aborsi untuk kedaruratan medis atau korban perkosaan.

Empat belas, Pasal 479 tentang Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape), telah diperluas mencakup hubungan seksual dengan anak secara konsensual, dan perbuatan cabul. Diatur juga pemberatan jika korbannya anak, anak kandung, anak tiri, atau anak di bawah perwaliannya; memaksa anak melakukan hubungan seks dengan orang lain; mengakibatkan luka berat atau mati.

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendukung upaya pembaruan KUHP. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu, mengatakan aliansi sejalan dengan Pemerintah dan DPR yang ingin menciptakan KUHP baru yang jauh dari sifat kolonial, modern dan sesuai konstitusi. Dia juga mengingatkan perlu penundaan pengesahan RUU KUHP yang sifatnya substansial terkait materi dalam RUU KUHP.

Erasmus melanjutkan RUU KUHP perlu dibahas secara substansial dengan keterbukaan pemerintah dan DPR untuk adanya perubahan rumusan atau penghapusan pasal. Bahkan perlu koreksi pola pembahasan agar lebih inklusif dengan melibatkan ahli tidak hanya dari bidang hukum pidana, perlu pandangan ahli bidang lain.

“Sosialisasi pun jangan dilakukan secara searah, seolah masyarakat tidak paham RUU KUHP. Apabila Pemerintah dan DPR masih ingkar, nampaknya penolakan masyarakat akan sulit untuk dibendung,” katanya.

Tags:

Berita Terkait