Otto Hasibuan Berikan Pembekalan bagi 730 Advokat Baru Peradi
Pojok PERADI

Otto Hasibuan Berikan Pembekalan bagi 730 Advokat Baru Peradi

Otto meminta 730 advokat Peradi yang baru diangkat untuk mengetahui tentang Peradi, mulai dari semua organnya, kewenangan, hingga aturan atau AD/ART untuk berjuang mewujudkan Peradi selaku single bar sebagaimana amanat UU Advokat.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit

 

Bersama sejumlah advokat dan DPR, ia kemudian berjuang untuk membentuk UU Advokat. DPR melakukan studi banding ke Belanda, begitu juga sejumlah advokat termasuk Otto melakukan hal yang sama.

 

DPR dan advokat akhirnya sepakat untuk memutuskan dalam UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 bahwa sistem organisasi advokat yang dianut di Indonesia adalah single bar, yakni satu-satunya organisasi advokat yang memiliki kewenangan tunggal untuk mengatur advokat. Single bar, juga dianut oleh hampir semua negara dunia.

 

“Ketika ditetapkan single bar, tidak ada satu pun fraksi di DPR yang dispute. Semua advokat dan organisasi yang memperjuangkan, semuanya sepakat harus single bar. Seluruhnya sepakat, single bar is a must. Di seluruh dunia ini, tidak ada negara menggunakan sistem multibar, misalnya Amerika, Singapura, bahkan Jepang sekalipun, ada Jepang Federation Bar Association, dia tidak multibar. Presidennya, Akimura, mengatakan, negara kita federasi tapi sistemnya kita adalah single bar,” ucap Otto.

 

Hukumonline.com

Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan dalam Pengangkatan dan Pembekalan Advokat di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (17/1). Foto: istimewa.

 

Setidaknya, ada dua alasan utama untuk menerapkan single bar. Pertama, prinsip mendasar bahwa advokat merupakan primus inter pares: the best among the best’. Jika bukan merupakan yang terbaik di antara yang terbaik, klien—dalam hal ini rakyat pencari keadilan—dapat menjadi korban. Misalnya, karena tidak menguasai hukum atau perundang-undangan, klien yang harusnya menang dalam perkara menjadi kalah. Itu sebabnya advokat harus menjadi yang ‘terbaik’, profesional, berintegritas, dan berkualitas.

 

Single bar atau wadah tunggal menjadi cara, agar advokat memiliki standarisasi kompetensi kualitas yang baik. Sebaliknya, multibar akan menyebabkan disparitas kualitas advokat. “Di sini standardisasi nilainya B itu lulus misalnya, di sana [organisasi lain] tidak perlu ujian, lulus. Nilai 3 bisa lulus. Ujian 100 yang lulus 300. Sehingga standar advokat menjadi rendah,” Otto melanjutkan.

 

Menurutnya, hal itu bertentangan dengan amanat UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas advokat Indonesia.   

Tags: